SIX SIGMA
Six Sigma adalah suatu metodologi bisnis yang bertujuan meningkatkan nilai-nilai kapabilitas dari aktivitas proses bisnis. Pengertian lain dari Six Sigma merupakan suatu disiplin, pendekatan melalui data dan suatu metodologi untuk mengurangi atau meniadakan kesalahan (defects) dalam produksi dalam semua proses, mulai dari proses manufaktur hingga transaksi dan dari produk ke pelayanan (service). Proses adalah sesuatu yang dimulai dari perencanaan, desain produksi sampai dengan fungsi-fungsi konsumen (kebutuhan, keinginan, dan ekspektasi). Six Sigma adalah suatu alat manajemen baru yang digunakan untuk mengganti Total Quality Management (TQM).
Dalam Six Sigma dikenal dua proses kerja yang disebut proses kerja internal dan eksternal. Proses internal meliputi seluruh aspek fungsi dan kegiatan yang ada di dalam perusahaan, sedangkan proses eksternal adalah seluruh kegiatan yang dimulai dari pengelolaan produk jadi/promosi hingga distribusi ke konsumen. Tujuan Six Sigma yaitu meningkatkan kinerja bisnis dengan mengurangi berbagai variasi proses yang merugikan, mereduksi kegagalan-kegagalan produk/proses menekan cacat-cacat produk, meningkatkan keuntungan, mendongkrak moral personil/karyawan, dan meningkatkan kualitas produk pada tingkat yang maksimal. Prinsip dasar implementasi six sigma adalah “on a project by project team”, dengan pemanfaatan personil atau tenaga kerja yang terdidik dan terlatih.
Perusahaan pertama yang menerapkan Six Sigma yaitu Motorola. Motorola menggunakan metode ini untuk mengukur kualitas produk dan jasa, di mana yang salah satu tujuan jangka panjang utama dari semua organisasi adalah dapat melakukan semua prose penting, apapun wilayah fungsionalnya. Motorola pertama kali memulai pelatihan kualitas six sigma pada tahun 1980an. Produk tinggi dengan jumlah komponen yang sangat banyak, memiliki kemungkinan adanya kegagalan atau cacat. Perusahaan menyatakan bahwa proses pengurangan produk cacat telah menghemat lebih dari 160 triliun rupiah selama jangka waktu lima belas tahun.
Inti dari filosofi Six Sigma bertumpu pada beberapa konsep, antara lain :
1. Selalu berfikir dalam kerangka proses bisnis utama serta kebutuhan pelanggan dengan tetap berfokus pada tujuan stretegis perusahaan.
2. Memusatkan perhatian pada para pendukung perusahaan yang bertanggung jawab menyukseskan proyek-proyek penting, mendukung kerja kelompok, membantu mengatsi keengganan untuk berubah, dan menggalang sumber daya.
3. Menekankan sistem pengukuran yang bisa dikuantifikasi.
4. Memastikan bahwa sistem pengukuran yang tepat teridentifikasi di awal setiap proses serta memastikan bahwa sistem tersebut terfokus pada pencapaian bisnis, sehingga dapat memberikan insentif dan akuntabilitas.
5. Menyediakan pelatihan menyeluruh yang diikuti dengan penugasan tim proyek untuk meningkatkan profitabilitas, mengurangi aktivitas yang tidak bernilai tambah, serta mencapai pengurangan waktu siklus.
6. Menciptakan ahli-ahli peningkatan proses berkualifikasi tinggi yang dapat menerapkan aneka alat untuk meningkatkan kinerja serta dapat memimpin tim.
7. Mencanangkan tujuan jangka panjang untuk perbaikan.
Metodologi peningkatan kinerja dalam Six Sigma ditekankan pada fungsi-fungsi reseptif kultur organisasional kerja (perusahaan, korporasi, organisasi non profit, organisasi pemerintahan, dan sebagainya) dan pengembangan infrastruktur organisasional kerjanya ke dalam berbagai aspek peningkatan. Aktivitas kepemimpinan dalam six sigma disebut dengan istilah “Judo like Black and Green Belt”. Garis besar dari proses Six Sigma yang berfokus pada “world class standars” disebut juga dengan istilah “six sigma managemen pengembangan dan peningkatan” dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Konsentrasi perhitungan “adding value” dititikberatkan pada sistem dan metode pemecahan masalah di dalam proyek pengembangan dan peningkatan proses.
2. Mengimplementasikan berbagai peta proses pada setiap aktivitas kerja/proyek/program.
3. Membangun komitmen kerja organisasional dan managemen, bahwa setiap personil yang terlibat dalam proses bertanggung jawab atas keberhasilan Six Sigma.
4. Infrastruktur dibangun untuk memastikan bahwa setiap proses kerja berjalan dengan baik dan sempurna.
5. Sistem dan metode dibuat cukup aplikatif bagi segenap proses dalam organisasi kerja.
6. Konsep-konsep, pemikiran, metodologi yang digunakan berbasis pada metode sain, utilisasi, praktis, dan statistika.
Ada dua submetodologi Six Sigma, yaitu :
1. DMAIC
DMAIC digunakan untuk memperbaiki produk atau proses yang sudah ada, tetapi tidak memenuhi standar, kualitas, dan keinginan dari pelanggan.
(Menetapkan/define, megukur/measure, menganalisis/analyze, dan melakukan pengawasan/control).
2. DMADV
DMADV membantu perusahaan mengembangkan produk atau proses baru sesuai dengan tingkat kualitas Six Sigma.
(Menetapkan/define, mengukur/measure, menganalisis/analyze, merancang/design, menguji/verify).
Kedua metode ini mempunyai kesamaan, antara lain:
a. Kedua metode Six Sigma ini digunakan untuk mengontrol tingkat kesalahan di bawah 3,4 per juta peluang (per million opportunities).
b. Merupakan solusi melalui pendekatan intensif terhadap data. Intuisi tidak mempunyai tempat di Six Sigma, hanya mempertimbangkan fakta.
c. Merupakan metode untuk membantu bisnis memenuhi angka bottom-line finansialnya.
d. Diimplementasi dengan bantuan pemilik proses.
Perbedaan antara DMAIC dengan DMADV, sebagai berikut :
DMAIC merupakan singkatan dari :
Define/mendefinisikan : mendefinisikan tujuan dari proyek dan keinginan pelanggan.
Measure/mengukur : mengukur proses untuk menentukan tingkat performansinya sekarang.
Analyze/menganalisa : menganalisa dan menentukan akar dari permasalahan.
Improve/mengembangkan : mengembangkan proses dengan menghilangkan kesalahan.
Control/pengawasan : mengadakan pengawasan terhadap performansi proses di masa depan.
DMADV merupakan singkatan dari :
Define/mendefinisikan : mendefinisikan tujuan dari proyek dan keinginan pelanggan.
Measure/mengukur : mengukur dan menentukan spesifikasi berdasarkan keinginan pelanggan
Analyze/menganalisis : menganalisa pilihan proses yang ada untuk memenuhi keinginan pelanggan.
Design/mendesain : mendesain proses setelah detail untuk memenuhi keinginan pelanggan.
Verify/verifikasi : menverifikasi performansi dari desain dan kemampuannya untuk memenuhi keinginan pelanggan.
Standar Six Sigma sehubungan dengan pendekatan proyek-proyek disebut “Six Sigma proyek road map”. Implementasi six sigma road map terkonsentrasi dalam langkah proses berikut :
1. Identifikasi proyek (identifity/I)
2. Penggambaran proyek (define/D)
3. Pengukuran eksistensi kinerja proses yang ada (measure/M)
4. Analisis eksistensi proses yang ada (analyze/A)
5. Implementasi berbagai perubahan untuk kepentingan pengembangan dan peningkatan kinerja (implement/I)
6. Membangun pengembangan dan peningkatan proses, baik pengembangan pada sistem pengendalian (pilot), maupun pada sistem metode verifikasi proses (develop/D)
7. Pengendalian proses (control/C)
8. Komunikasi dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, mentransfer solusi-solusi pemecahan masalah dari ilmu pengetahuan dan teknologi pada dimensi kerja dengan peranan fungsi-fungsi komunikasi (communicate/C).
Six Sigma tidak hanya diperuntukkan bagi perusahaan besar saja. Perusahaan-perusahaan kecil juga dapat memperpendek proses mereka dan dapat menghemat biaya dengan menggunakan inisiatif Six Sigma. Kunci kesuksesan bagi perusahaan kecil berasal dari komitmen dari managemen, pelatihan karyawan, komitmen waktu dari para karyawan untuk mengikuti pelatihan, dan dikaitkan dengan gaji. Keuntungan dari penerapan Six Sigma berbeda untuk setiap perusahaan, tergantung pada usaha yang dijalankannya, visi dan misi serta strategi perusahaan bersangkutan. Tetapi umumnya dengan penerapan Six Sigma akan ada perbaikan dalam hal-hal berikut ini :
1. Pengurangan biaya.
2. Perbaikan produktivitas.
3. Pertumbuhan pangsa pasar.
4. Pengurangan waktu siklus.
5. Retensi pelanggan atau loyalitas pelanggan
6. Pengurangan kesalahan pada produk atau produk cacat
7. Perubahan budaya kerja
8. Pengembangan produk atau jasa
Berikut ini adalah pihak-pihak yang terlibat dalam sistem Six Sigma dalam organisasi dan peranannya:
1) Kelompok Leadership atau Council
Kelompok Leadership atau Council fungsinya hampir sama dengan tim manajemen puncak. Tanggung jawab manajemen puncak ini adalah :
· Menentukan peran dan infrastruktur Six Sigma
· Memilih proyek yang spesifik dan alokasi sumber daya.
· Secara berkala meninjau ulang perkembangan proyek dan menyumbangkan ide atau bantuan.
· Menganggap diri sendiri sebagai sponsor.
· Membantu menghitung pengaruh usaha Six Sigma pada perusahaan.
· Menilai perkembangan dan identifikasi kekuatan dan kelemahan usaha selama ini.
· Menerapkan ilmu yang diperoleh pada manajemen mereka.
2) Sponsor atau Champion
Merupakan manajer senior yang mengawasi jalannya perbaikan proyek. Tim memerlukan kebebasan memutuskan masalah tetapi juga memerlukan pedoman dari pemimpin usaha dalam mencapai tujuan usaha. Tanggung jawab sponsor adalah :
· Menetapkan tujuan perbaikan proyek, dan menjamin mereka menjalankannya sesuai dengan prioritas usaha.
· Memimpin dan menyetujui perubahan arah atau jangkauan proyek bila perlu.
· Menemukan sumber daya untuk proyek.
· Mewakili tim kelompok kepemimpinan dan bertindak sebagai penasehat.
· Membantu menjernihkan permasalahan dan menyesuaikannya dengan tim lain atau di luar tim.
· Bekerja sama dengan pemilik proses untuk menjamin kelancaran proyek perbaikan.
· Menerapkan ilmu yang mereka kuasai mengenai perbaikan proses pada tugas-tugas manajemen mereka sendiri.
3) Pemimpin Pelaksanaan (Implementation Leader)
Mempunyai tanggung jawab sebagai berikut :
· Mendukung kelompok kepemimpinan dalam hal yang meliputi keiatan mereka, seperti komunikasi, pemilihan proyek, dan tinjau ulang proyek.
· Mempersiapkan dan menjalankan rencana pelatihan termasuk pemilihan kurikulum, penjadwalan, dan logistik.
· Membantu sponsor memenuhi peran mereka sebagai pendukung, penasehat, dan pembangkit semagat tim.
· Mencatat keseluruhan perkembangan dan mengfokuskan perhatian pada permasalahan yang memerlukan perhatian lebih.
· Membuat rencana pemasaran.
4) Pelatih Six Sigma (Coach)
Pelatih Six Sigma (Coach) merupakan ahli secara teknis dan bertindak sebagai konsultan. Tanggung jawabnya meliputi:
· Menyediakan hubungan antara sponsor dengan kelompok kepemimpinan.
· Menetapkan jadwal proyek perusahaan.
· Menghadapi perselisihan atau kurangnya kerjasama antar tim di dalam organisasi yang bersangkutan.
· Memperkirakan potensial, dan validasi hasil aktual dari penghilangan kesalahan, penghematan, dan lain-lain.
· Menyelesaikan konflik yang terjadi antar anggota tim.
5) Pemimpin Tim (Team Leader) atau Pemimpin Proyek (Project Leader)
Pemimpin tim memegang tanggung jawab utama pekerjaan dan hasil proyek Six Sigma, yang biasanya berfokus pada perbaikan proses atau desain/desain ulang, tetapi juga menangi sistem yang berkenaan dengan feedback dari konsumen, serta pengukuran atau manajemen proses. Tanggung jawabnya adalah:
· Meninjau ulang atau mengklarifikasi rencana proyek dengan sponsor.
· Mengembangkan dan mengupdate project charter dan rencana implementasinya.
· Memilih anggota-anggota tim proyek.
· Memperkenalkan dan mencari sumber daya dan informasi.
· Memberi pengertian dan membantu anggota lainnya untuk menggunakan alat-alat Six Sigma yang tepat.
· Membuat jadwaL proyek dan terus menuju ke solusi dan hasil akhir.
· Mendukung transfer solusi atau proses baru untuk meneruskan proses operasional selagi bekerja sama dengan manajer yang lain dan pemilik proses.
· Mencatat hasil akhir proyek.
6) Anggota Tim (Team Member)
Anggota tim dianalogikan sebagai kendaraan untuk mencapai usaha perbaikan yang ditargetkan.
7) Process Owner (Pemilik Proses)
Merupakan pihak yang bertanggung jawab untuk mengatur sekumpulan langkah end-to-end, baik untuk pelanggan internal maupun eksternal. Mereka menerima pedoman dari tim perbaikan atau menjadi pemilik baru dari proses yang telah selesai didesain.
8) Black Belts, Master Black Belts dan Struktur Peranannya
Definisi Black belt tergantung pada empat faktor utama berikut ini, yaitu:
· Jenis proyek atau proses yang ditangani
· Struktur Black Belt di dalam organisasi
· Tujuan dari inisiatif Six Sigma
· Konsultan atau penasehat yang dipilih
Alat-alat Terapan (Advance Tools) Six Sigma
Salah satu kunci keberhasilan Six Sigma adalah kerja tim dan juga alat-alat yang digunakan dapat memberi kekuatan pada proses usaha perbaikan dan usaha pembelajaran. Alat-alat atau metode-metode tersebut akan diuraikan pada bagian ini.
Statistical Process Control (SPC) dan Bagan Kendali
SPC berguna untuk mengidentifikasi permasalahan atau kejadian yang tidak lazim, sehingga bisa diambil tindakan yang sesuai untuk mengendalikan kinerja proses sekarang ini, serta meramalkan kinerja yang akan datang dan menyarankan tindakan perbaikan yang diperlukan. Alat-alat yang efektif adalah bagan kendali. Melalui bagan kendali ini akan terlihat trend, pola, dan aktivitas yang sedang berlangsung serta memberikan peringatan akan adanya masalah yang timbul.
Pengendalian berarti menjaga agar proses tetap berada dalam batas variasi yang diramalkan agar kinerja proses tetap stabil dan konsisten. Dengan memberikan tanda pada bagan kendali, akan terlihat proses yang di dalam batas kendali atau yang di luar batas kendali. Untuk itu diperlukan data yang cukup untuk menghitung batas kendali yang terdiri dari UCL (upper Control Limit), LCL (Lower Control Limit), dan garis rata-rata.
Tiga kegunaan bagan kendali dalam sistem Six Sigma, adalah:
1. Pada aktivitas pengukuran, akan membantu tim mengenali jenis dan frekuensi timbulnya masalah atau kondisi yang tidak terkendali. Dan kemudian akan disarankan tindakan koreksi atau investigasi untuk mengetahui cara yang paling efektif untuk menyelesaikan masalah tersebut.
2. Memandu atau melaksanakan solusi proses atau perubahan pada fase perbaikan atau kendali, bagan kendali akan membantu perolehan hasil dengan menunjukkan bagaimana variasi dan kinerja terpengaruh dan menyarankan bagian lain yang perlu diperiksa atau dikerjakan.
3. Bagan kendali bertindak sebagai sistem alarm yang siap siaga menjaga ativtas yang tidak lazim pada proses.
Pengujian Tingkat Signifikan Statistik
Merupakan teknik yang digunakan para ahli statistik untuk mencari pola atau menguji kecurigaan mereka pada data yang ada. Pada Six Sigma, alat-alat ini dapat digunakan untuk :
a. Mengkonfirmasi permasalahan yang terjadi atau adanya perubahan yang berarti pada kinerja proses.
b. Memeriksa validitas data.
c. Menentukan jenis pola data atau distribusi dalam sekelompok data kontinu.
d. Mengembangkan akar penyebab hipotesis berdasarkan pola dan perbedaan yang ada.
e. Validasi atau tidak menyetujui akar penyebab hipotesis.
Analisis Korelasi dan Regresi
Analisis korelasi dan regresi menganalisa hubungan antara dua faktor atau lebih. Bila dua faktor saling berhubungan, berarti perubahan pada satu faktor akan berakibat pada faktor lain.
Desain Eksperimen (DOE)
DOE adalah metode yang digunakan untuk menguji dan mengoptimalkan kinerja proses, produk, jasa atau solusi. Menggunakan pengujian statistik, korelasi, dan regresi untuk membantu mempelajari perilaku produk atau proses pada kondisi yang berbeda. Desain Eksperimen (DOE) dapat direncanakan dan mengendalikan variabel melalui pengadaan eksperimen. Manfaat dari penggunaan DOE, adalah sebagai berikut:
a. Menilai sistem Voice of Customer (suara konsumen untuk mencari kombinasi terbaik antara feedback produksi tanpa membuat pelanggan merasa jengkel.
b. Menilai faktor untuk memisahkan akar penyebab masalah atau cacat yang penting.
c. Menguji kemungkinan kombinasi solusi yang mengoptimalkan kinerja strategi.
d. Menilai desain produk atau jasa untuk mengenali masalah yang ada dan mengurangi kesalahan pada hari itu juga.
Failure Modes and Effects Analysis (FMEA)
FMEA merupakan seperangkat pedoman, proses, dan format untuk mengidentifikasi dan memprioritas masalah penting atau kegagalan. Langkah-langkahnya berupa :
1. Identifikasi proses atau produk.
2. Daftarkan masalah-masalah yang mungkin timbul.
3. Beri skala pada masalah berdasarkan kerumitan, kemungkinan terjadi, atau kemampuannya untuk terdeteksinya, dengan menggunakan skala dari 1 – 10.
4. Menghitung RPN (Risk Priority Number) dan tindakan yang diutamakan.
5. mengambil tindakan untuk mengurangi resiko.
Mistake – Proofing (Poka – Yoke)
Mistake–Proofing mendeteksi dan mengoreksi kesalahan sebelum cacat sampai ke pelanggan. Yang diutamakan di sini adalah ancaman konstan pada proses yang disebabkan oleh kesalahan manusia (human error). Metode ini digunakan untuk :
a. Perbaikan dan desain proses pada proyek DMAIC.
b. Mengumpulkan data dari proses yang mendekati kinerja Six Sigma.
c. Menghilangkan jenis proses dan kesalahan dari 4,5 menjadi 6 sigma.
Quality Function Deployment
QFD merupakan metode untuk menerjemahkan dan membuat prioritas masukan pelanggan ke dalam bentuk desain dan spesifikasi produk dan proses. Umumnya digunakan untuk:
a. Memilih dan memprioritaskan proyek yang perlu diperbaiki yang didasarkan kepada kebutuhan pelanggan dan kinerja sekarang.
b. Menilai kinerja proses atau produk vs pesaing.
c. Terjemahkan kebutuhan pelanggan ke dalam bentuk pengukuran kinerja.
Mendesain, menguji, dan mendefinisikan proses dan produk baru.
KAIZEN
Proses peningkatan kualitas memerlukan komitmen untuk perbaikan yang secara seimbang antara aspek manusia (motivasi) dengan aspek teknologi (teknik). Kaizen merupakan istilah dalam bahasa jepang yang berarti perbaikan secara terus menerus (continuous improvement). Dalam kondisi persaingan yang semakin kompetitif, setiap badan usaha dituntut untuk memiliki keunggulan bersaing agar dapat tetap bertahan dan memenangkan persaingan. Ada dua pilihan penting yang menjadi pertimbangan badan usaha dalam kaitannya dengan strategi penetapan harga, yaitu tetap mempertahankan tingkat harga yang berlaku dengan meningkatkan kualitas dan kegunaannya, atau menurunkan harga pokok produk untuk merebut pasar dengan tetap mempertahankan standar kualitas tingkat kegunaan produk dengan cara memangkas biaya-biaya non value added.

Filosofi target costing mensyaratkan bahwa manajemen biaya yang agresif terjadi pada tahap perencanaan, tahap desain produk, dan tahap produksi. Target costing didorong oleh analisis pasar dan analisis pesaing. Dengan merancang biaya yang lebih rendah pada sebuah produk, perusahaan akan mendapatkan penghematan biaya. Sedangkan filosofi Kaizen costing mensyaratkan adanya perbaikan terus menerus continuous improvement yang merupakan metode sekaligus sarana untuk mendukung proses pengurangan biaya di tahap-tahap produksi. Kaizen costing bertujuan untuk mengurangi biaya aktual di bawah biaya standar, sedangkan standard costing hanya bertujuan untuk mendorong memenuhi standar biaya yang ditetapkan.
Kaizen bertujuan untuk menghilangkan/mengurangi pemborosan (baik tenaga, biaya, dan waktu) sehingga setiap proses dan kegiatan yang dilakukan menjadi lebih efektif dan efisien.
Alur proses Kaizen adalah:
· Standardized an Operation :
Membuat suatu prosedur operasi yang terstandarisasi.
· Measured the Standardized Operation :
Melakukan pengukuran terhadap prosedur operasi yang sudah terstandarisasi tersebut.
· Gauge Measurement against Requirement :
Menilai apakah pengukuran terhadap prosedur operasi yang sudah terstandarisasi dengan keperluan dan kebutuhan perusahaan.
· Innovate to Meet Requirement and Increase Productivity :
Melakukan inovasi untuk melihat kebutuhan dan meningkatkan produktivitas.
· Standardized the New, Improved Operations :
Menstandarisasikan prosedur tersebut dengan tetap melakukan pengembangan. Setelah itu kembali lagi ke lingkaran awal dengan melakukan standarisasi operasi.
Kaizen juga merupakan suatu sistem yang melibatkan setiap pekerja mulai dari top management hingga cleaning staff. Setiap pekerja didorong untuk memberikan saran-saran pengembangan, walaupun saran tersebut terbilang sederhana sekalipun. Hal ini bukanlah sesuatu yang dilakukan secara berkala (tiap bulan/tiap tahun), tetapi pengembangan ini dilakukan secara terus-menerus dan berkelanjutan. Kaizen bukanlah suatu metode untuk melakukan perubahan besar-besaran terhadap perusahaan, tetapi lebih kepada pengembangan-pengembangan kecil bagi produktivitas, keamanan kerja dan efektivitas kerja serta standarisasi kerja.
Dalam hal ini, konsep Kaizen dibagi menjadi 3 segmen atau bagian :
1. Berorientasi pada manajemen
Manajemen Jepang umumnya percaya bahwa seorang manger harus menggunakan 50% dari waktunya untuk ‘penyempurnaan’. Mulai dari mengidentifikasi pemborosan dan juga identifikasi terhadap aktifitas karyawan.
2. Berorientasi pada kelompok
Ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab masalah, menganalisis permasalahan, mencoba dan melaksanakan tindakan baru, serta menetapkan standar dan prosedur baru.
3. Berorientasi pada individu
Hal ini tercermin dari keterampilan karyawan dalam menyampaikan pemikiran dan saran sebagai upaya pengembangan diri.
Metode Kaizen ini dilakukan oleh setiap karyawan dari berbagai tingkatan agar dapat terus menyempurnakan keahlian dan mengembangkan bakat yang dimiliki sehingga dapat meningkatkan kepuasan kerja. Dari perubahan-perubahan yang bersifat mengembangkan ini dapat diperoleh identifikasi terhadap sumber masalah, solusi dari permasalahan tersebut, dan melakukan perubahan standar perusahaan agar permasalahan-permasalahan dapat selalu terselesaikan. Perubahan-perubahan kecil tersebut ternyata dapat memberikan keuntungan yang besar bagi perusahaan seperti peningkatan produktivitas, kualitas, keamanan kerja yang lebih baik, proses kerja yang lebih cepat serta dana yang dapat diminimalkan. Selain keuntungan bagi perusahaan, para pekerja juga merasakan keuntungan Kaizen dalam hal tugas yang mereka kerjakan, yaitu tugas akan terasa lebih mudah dan lebih menyenangkan kemudian mengarah kepada moral pekerja yang lebih baik dan adanya kepuasan kerja serta mengurangi tingkat turn-over.
Hasil yang dapat diperoleh jika pekerja menggunakan Kaizen adalah :
1. Mengurangi dan menghilangkan keborosan pada area inventaris, waktu kerja, transportasi, keahlian pekerja, produksi yang berlebih, dan penurunan kualitas.
2. Pengembangan dan peningkatan penggunaan ruang kerja, kualitas produk, komunikasi, kapasitas produksi, dan daya ingat pekerja.
3. Memberikan hasil perubahan dengan cepat, karena Kaizen berfokus pada pengembangan hal-hal kecil, walaupun Kaizen juga akan melihat dan melakukan perubahan/pengembangan pada hal-hal besar di dalam perusahaan.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa selama ini badan usaha menggunakan standard costing untuk mengendalikan biayanya, sehingga investigasi dan respon diberikan apabila standar tidak dapat dicapai. Sedangkan Kaizen costing menuntut adanya continuous improvement yang berkelanjutan, dan respon diberikan apabila target kaizen tidak tercapai.