PENGARUH PSIKOLOGIS TERHADAP PERILAKU PEMBELI DAN KLASIFIKASI BARANG-BARANG KONSUMEN
A. Faktor Penentu Psikologis Dari Perilaku Konsumen
Di dalam mendiskusikan kekuatan psikologis dari perilaku konsumen, kita akan tetap mendayagunakan satu atau beberapa motif dalam diri seseorang memicu perilakunya menuju ke arah suatu tujuan yang diharapkan dapat membawa kepuasan. Perilaku yang berorientasi pada tujuan ini dipengaruhi oleh persepsinya.
Variable-variable psikologis ini mempunyai andil dalam pembentukan gaya hidup dan nilai-nilai seseorang. Istilah psikografik dipakai oleh para peneliti sebagai sinonim kolektif dari variable-variable psikologis dan nilai-nilai gaya hidup seseorang.
1. Pengalaman Belajar (Learning Experience)
Sebagai factor yang mempengaruhi persepsi seseorang, belajar (learning) dapat didefinisikan sebagai perubahan-perubahan perilaku yang disebabkan oleh pengalaman-pengalaman masa lalu.
Kunci untuk memahami perilaku beli konsumen terletak pada kemampuan menginterpretasikan dan meramalkan proses belajar konsumen. Prinsip teori-teori belajar yang dibahas disini adalah sebagai berikut :
a. Teori stimulus respon (S-R Theories)
Aliran ini beranggapan bahwa belajar terjadi bilamana sesorang atau binatang memberikan respon (anggapan) terhadap beberapa stimulus dan diperkuat dengan dipuaskannya suatu kebutuhan untuk respon yang tepat atau dihukum jika memberikan respon yang salah. Prinsip stimulus respon pada dasarnya merupakan suatu prinsip belajar yang sederhana, di mana efek merupakan suatu reaksi terhadap stimuli tertentu. Dengan demikian seseorang mengharapkan atau memperkirakan suatu kaitan erat antara pesan-pesan media dan reaksi audience. Pola perilaku akan terjadi apabila respon yang tepat terhadap suatu stimulus diulang secara tetap dan terus menerus.
Penerapan dari model S-R adalah pendekatan behaviorisme yang diuraikan secara terperinci oleh Watson dan sampai sekarang masih dipraktekkan di periklanan. Watson menyarankan bahwa untuk memperkuat (reinforce) pola respon perlu diulang berkali-kali dengan stimulus yang sama.
Ada empat faktor utama yang menjadi dasar dari proses belajar, yaitu dorongan (drive), isyarat (cue), respon (tanggapan) dan penguatan (reinforcement). Dorongan atau motif adalah stimulus (rangsangan) yang kuat dan membutuhkan pemuasa, ini dikenal sebagai respon. Isyarat (cue) merupakan rangsangan yang agak lemah teapi menentukan pola dari respon. Respon merupakan reaksi perilaku terhadap dorongan dan isyarat. Penguatan adalah hasil yang terjadi apabila respon cukup memuaskan.
b. Teori kognitif
Teori belajar kognitif menolak model S-R karena model ini terlalu mekanistik. Dalam teori S-R, perilaku hanya merupakan hasil dari kadar penguatan yang berasal dari respon terhadap beberapa rangsangan (stimulus). Di dalam jalur S-R tidak dikenal pengaruh-pengaruh lainnya. Sedangkan dalam teori kognitif ditekankan bahwa belajar dipengaruhi oleh factor-faktor seperti sikap dan keyakinan, pengalaman masa lalu dan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana mencapai suatu tujuan.
c. Teori gestalt dan lapanan (field)
Gestalt (Jerman) berarti pola, bentuk, ujud. Teori ini memandang proses belajar dan perilaku scr keseluruhan. Teor i ini didasarkan pada percobaan-2 yang membuktikan bhw rangsangan individual diterima dan diartikan berdasarkan pengalaman masa lalu. Proses pengamatan, pengalaman masa lalu, dan pengarahan tujuan merupakan variabel penentu perilaku. Para psikolog aliran gestalt tertarik dengan keutuhan (seluruh) benda dan bukan dengan komponen-komponen bagiannya. Mereka berpendapat bahwa belajar dan perilaku harus dipandang sebagai proses total, berlawanan dengan ancangan unsure perorangan dalam model S-R.
Teori lapangan (field theory) percaya bahwa kekuatan-kekuatan penentu yang mempengaruhi perilaku seseorang pada suatu saat tertentu adalah lapangan psikologis orang itu pada saat yang sama. Lapangan seseorang atau ruang kehidupannya dapat didefinisikan sebagai totalitas seluruh fakta-fakta yang ada pada diri seseorang dan lingkungannya pada saat ia berperilaku. Kita harus memahami seluruh kekuatan yang kompleks dan yang mempengaruhi konsumen pada saat mereka berusaha memuaskan dorongan atau motif yang mengawali proses pencarian tujuan.
Beberapa prinsip lapangan yang dapat diterapkan dalam pemasaran berhubungan dengan konsep. Prinsip penutup (closure) mempostulasikan bahwa kita cenderung melengkapi (menutup) symbol angka untuk membuatnya bermakna. Menurut prinsip lapangan lainnya, pesan-pesan pemasaran harus diletakkan dalam konteks yang nalar (reasonable).
2. Kepribadian
Kepribadian didefinisikan sebagai pola ciri-ciri seseorang yang menjadi determinan (factor penentu) dalam perilaku responnya. Cirri-ciri kepribadian mempunyai pengaruh di dalam menentukan perilaku, mengalahkan setiap pengaruh dari luar.
· Teori psikoanalisis dari kepribadian
Fread berpendapat bahwa alam pikiran manusia terdiri dari tiga bagian yaitu id, ego dan superego. Id merupakan dorongan instink kea rah jalur-jalur yang diterima di masyarakat. Kadang-kadang antara id dan superego terjadi konflik. Ego merupakan pusat control rasional atau pusat kesadaran yang mengusahakan keseimbangan antara id yang berinstink bebas dan superego yang berorientasi social dan mempunyai gerak batas.
Implikasi pemasaran yang penting dari teori psikoanalisis ialah motif sesungguhnya dari seseorang untuk membeli sebuah produk tertentu atau berbelanja di sebuah took tertentu biasanya tidak tampak dari luar. Teori ini menyadarkan para pemasar untuk melayani pembelian para pelanggan melalui penalaran yang dapat diterima dalam masyarakat.
3. Sikap dan Keyakinan
Sikap dapat didefinisikan sebagai evaluasi kognitif seseorang yang ber;langsung terus-menerus, perasaan emosionalnya, atau kecondongannya bertindak kea rah sasaran atau gagasan tertentu. Sikap dan keyakinan merupakan daya yang kuat dan langsung mempengaruhi persepsi serta perilaku beli konsumen.
Pengukuran sikap (attitude measurement) bukan merupakan hal yang mudah. Perubahan sikap (attitude change) yang mempengaruhi pemasaran berarti bagaimana sebuah perusahaan menciptakan suatu situasi di mana para konsumen mempunyai persepsi bahwa kebutuhan-kebutuhan mereka dapat dipenuhi oleh merk atau produknya. Seorang pemasar mempunyai dua pilihan antara merubah sikap konsumen agar bisa sesuai dengan produknya atau menentukan apakah sikap para konsumen dan kemudian merubah peoduknya agar sesuai dengan sikap itu.
4. Konsep Diri (Self Concept)
Konsep diri atau citra diri adalah cara kita memandang diri sendiri. Beberapa psikolog membedakan antara konsep diri yang actual (cara kita melihat diri kita sejujurnya) dan konsep diri yang ideal (cara kita ingin dilihat atau berharap melihat diri kita sendiri).
Citra diri seseorang dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan psikologis dan fisik yang dibawa sejak lahir dan yang dipelajari selama proses perkembangan diri. Citra diri juga dibentuk oleh factor-faktor ekonomi, demografi, dan pengaruh-pengaruh yang berasal dari kelompok social.
B. Proses Pengambilan Keputusan untuk Membeli
Proses ini merupakan ancangan pemecahan keputusan yang terdiri atas tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Pengenalan kebutuhan yang belum terpuaskan
Proses dimulai ketika motif (kebutuhan yang belum terpuaskan) menimbulkan ketegangan di dalam diri. Pada saat konsumen itu menyadari bahwa ia membutuhkan sesuatu, seringkali ia akan mulai menyadari bahwa ia mengalami konflik atau persaingan mengenai penggunaan sumberdaya uangnya atau waktunya yang terbatas.
2. Identifikasi pelbagai alternative (pilihan)
Pada waktu seseorang menyadari kebutuhan, pilihan akan produk dan merk harus diidentifikasikan. Mencari pelbagai alternative dipengaruhi oleh factor-faktor seperti berapa banyak biaya uang dan waktu, berapa banyak informasi dari masa lalu dan dari sumber-sumber lain yang sudah dimiliki oleh konsumen serta jumlah resiko yang akan dipikul jika seleksi alternative ternyata salah.
3. Evaluasi alternatif
Jika semua alternative yang wajar telah diidentifikasikan, lonsumen harus mengevaluasnya satu per satu sebagai persiapan untuk mengadakan pembelian. Kriteria evaluasi yang dipakai konsumen mencakup pengalaman masa lalu dan sikap terhadap aneka merk.
4. Keputusan untuk membeli (Purchase decisions)
Setelah mencari dan mengevaluasi pelbagai alternative, konsumen pada titik tertentu harus memutuskan antara membeli atau tidak membeli. Jika keputusan yang diambil adalah membeli, konsumen harus membuat rangkaian keputusan yang menyangkut merk, harga, toko, warna dan lain sebagainya. Banyak sekali orang yang mengalami kesukaran dalam membuat keputusan, karena itu apa saja yang bisa diusahakan oleh para pemasar untuk menyederhanakan pembuatan keputusan beli akan menarik konsumen. Dalam proses beli, pada titik ini para pemasar berusaha untuk menetukan motif beli pelindung (Patronage Buying Motives) dari konsumen. Motif beli pelindun g adalah alasan-alasan seseorang konsumen melindungi (berbelanja di) toko tertentu. Beberapa motif beli pelindung yang penting dikemukakan adalah :
1. Kenyamanan lokasi
2. Kecepatan pelayanan
3. Kemudahan dalam mencari barang
4. Kondisi toko yang tidak hiruk pikuk
5. Harga
6. Aneka pilihan barang
7. Pelayanan yang ditawarkan
8. Penampilan toko yang menarik
9. Kaliber tenaga-tenaga penjualannya
Motif pelindung dan pilihan toko berkaitan dengan konsep struktur kelas sosial. Tidak semua orang bersedia berbelanja di toko-toko yang gemerlapan dan berstatus tinggi. Orang-orang yang berstatus lebih rendah sadar bahwa mereka tidak akan diperdulikan secara tidak langsung oleh para pelayan toko dan pelanggan lain jika mereka masuk ke dalan toko serba ada yang ekslusif.
5. Perilaku purna beli (Postpurchase behavior)
Biasanya, pembeli akan mengalami kecemasan purna beli pada setiap pembelian yang dilakukan kecuali pembelian yang sudah rutin. Leon festinger memberi nama keadaan cemas ini sebagai disonansi kognitif. Dia berteori bahwa manusia berusaha menciptakan harmoni di dalam dan ketaatan azas (consistensi) dalam “kognisinya” (pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai-nilai). Setiap penyimpangan dalam kognisi-kognisi ini disebut “disonansi”. Disonansi kognitif purna beli terjadi karena setipa alternatif yang dihadapi oleh konsumen mempunyai kelebihan dan kekurangan. Biasanya setelah keputusan beli dibuat, masalah yang dihadapi konsumen adalah : alternatif yang dipilih memperlihatkan kekurangan sedangkan alternatif yang ditolak justru menunjukkan beberapa faktor yang menarik. Artinya, aspek-aspek negatif dari barang yang terpilih dengan aspek-aspek positif dari produk yang ditolak menimbulkan disonansi kognitif bagi pembeli. Festinger kemudian mengembangkan beberapa hipotesa tentang intesitas dari disonansi kognitif. Disonansi meningkat bila :
1. Nilai uang dari pembelian meningkat
2. Daya tarik relatif (relative atraticveness) dari alternatif yang tak terpilih meningkat
3. Nilai penting relatif dari keputusan meningkat (membeli sebuah rumah atau mobil menimbulkan lebih banyak disonansi dibandingkan hanya membeli sebuah permen).
Beberapa kesimpulan umum yang berguna dapat dikembangkan dari teori ini, misalnya segala sesuatu yang dapat dilakukan oleh penjual dalam periklanan mereka atau penjualan ke perorangan yang bertujuan untuk meyakinkan pembeli dengan menekankan aspek-aspek yang menarik dari sebuah produk akan mengurangi disonansi.
C. Menuju ke teori perilaku pembeli yang komprehensif
Pada umumnya setiap model yang komprehensif pasti mengandung beberapa masalah. Pertama, model sangat rumit dan sangat sukar dijelaskan (perilaku konsumen sendiri merupakan kegiatan yang rumit). Kedua, keabsahan (validiti) model membutuhkan pengujian empiris lebih lanjut. Ketiga, sukar bagi suatu usaha bisnis menerapkan abstraksi teoritis ke dalam kegiatan praktis perusahaan.
Teori Howard Sheth
Teori yang luas yang dikembangkan oleh Howard Sheth ini mengalami uji keabsahan selama 3 tahun. Modelnya didasarkan pada asumsi bahwa :
1. Membeli merupakan latihan penalaran dalam pemecahan masalah.
2. Perilaku pembeli bersifat sistematik (tidak acak).
Jadi perilaku pembeli disebabkan masukan (stimuli) dan menghasilkan keluaran (perilaku beli). Teori ini merupakan upaya dalam menjelaskan apa yang terjadi antara masukan dan keluaran. Model Howard Sheth bertumpu pada gagasan bahwa empat pasangan variabel menentukan perilaku pembeli :
1. Variabel stimulus masukan dari program pemasaran dan lingkungan sosial.
2. Variabel internal yang bersama-sama menunjukkan keadaan si pembeli (motif, sikap, pengalaman, dan persepsi)
3. Tujuh variabel yang mempengaruhi keadaan internal dari pembeli (variabel-variabel ini dinamai ”variabel yang berasal dari luar” (exogenous) dan mencakup kelas sosial, kebudayaan, tekanan waktu, dan status keuangan).
4. Variabel respon keluaran (perilaku pembeli yang berdasarkan pada hubungan antara 3 pasangan variabel diatas).
Perantara keputusan (decision mediators) adalah serangkaian peraturan yang digunakan oleh pembeli untuk mencocokkan motif-motif mereka dengan alternatif-alternatif supaya motif mereka dapat terpuaskan. Teori Howard Sheth menjelaskan bagaimana suatu stimulus tertentu bisa menghasilkan respon pembeli yang berbeda tergantung dari “tingkat motivasi” setiap orang.
Teori Engel-Kollant-Blackwell
Model ini menggambarkan dengan jelas bagaimana seseorang melakukan pembelian, mulai timbulnya kebutuhan sampai akhir pembelian yaitu penilaian setelah pembelian. Model ini didasarkan pada proses pengambilan keputusan konsumen. Engel, Kollant dan Blacwell mengembangkan suatu model teoritis yang menyeluruh tentang perilaku konsumen. Mereka menganggap seseorang sebagai sistem keluaran(perilaku) yang memberi respons terhadap masukan. Teori Engel, Kollant, dan Blackwell selanjutnya menguraikan bahwa masukan dalam bentuk stimuli fisik dan sosial merangsang indera seseorang dan lalu membangkitkan kebutuhan dalam dirinya. Bagaimana stimuli ini diterima dan diinterpretasikan tergantung pada persepsi selektif seseorang. Tahap dasar dari proses pembelian menurut model ini adalah: (1) motivasi, (2) pengamatan, (3) proses belajar. Kemudian diteruskan dengan pengaruh dari kepribadian, sikap dan perubahan sikap bekerja bersama pengaruh aspek sosial dan kebudayaan setelah itu samapailah pada tahap proses pengambilakan keputusan konsumen. Persepsi-persepsi ini akan menentukan seseorang akan melakukan tindakan atau tidak. Jika bertindak, yang timbul adalah masalah pengenalan kebutuhan yang belum terpenuhi dan kemudian proses keputusan. Proses ini mencakup pencarian dan evaluasi alternatif, pembelian dan juga evaluasi purna-beli.
D. Klasifikasi produk
Sama saja dengan pentingnya pasar untuk mensegmen agar meningkatkan program pemasaran, sama pula pentingnya untuk memilah-milah produk ke dalam klasifikasi produk yang serba sama(homogen). Pertama-tama kita harus membagi seluruh produk dalam dua kelompok yaitu barang konsumen dan barang industri. Klasifikasi produk- produk ini sejajar dengan segmentasi pasar yang kita lakukan. Kemudian kita harus membagi-bagi pada setiap kategori kedua produk ini.
Barang Konsumen dan Barang Industri
Barang konsumen adalah produk yang dibuat untuk dipergunakan oleh konsumen kalangan rumah tangga dan untuk tujuan yang bukan bisnis. Barang industri adalah produk yang dibuat khusus dipergunakan untuk memproduksi barang-barang lain atau untuk memberikan jasa-jasa dalam bisnis. Dasar utama untuk membedakan kedua kelompok barang di atas adalah penggunaan akhir (ultimate use) yang sesuai dengan tujuan semula barangitu diproduksi. Klasifikasi produk secara dua jalur di atas merupakan kerangka acuan yang berguna untuk perencanaan strategis dari operasi pemasaran. Setiap klasifikasi produk menuntut metode pemasaran yang berbeda karena pada akhirnya masing-masing akan pergi ke pasar yang berbeda. Misalnya, dalam perencanaan produk khususnya dalam model/bentuk, pengemasan, dan merk barang-barang konsumen biasanya lebih diutamakan dibandingkan dengan barang-barang industri.
Klasifikasi Produk-produk konsumen
Perbedaan dalam pemasaran antara barang-barang konsumen dan barang industri membuat dua klasifikasi produk ini berguna. Meskipun begitu, klasifikasi barang konsumen hanya dalam satu kelas masih terlalu luas.
Barang-barang kemudahan(Convenience goods)
Karakteristik barang-barang kemudahan yang penting adalah (1) konsumen memiliki pengetahuan yang lengkap tentang barang-barang yang ingin dibeli sebelum ia pergi membelinya dan (2) barangnya mudah dibeli dengan upaya yang kecil, biasanya konsumen kurang bersedia membuang waktu dan usaha untuk membandingkan harga dan kualitas sewaktu hendak membeli barang tipe ini. Barang-barang kemudahan biasanya tidak berharga mahal, relatif kecil, dan tidak begitu terpengaruh oleh mode. Antara barang-barang tipe ini tidak terdapat persaingan yang keras. Contohnya antara lain produk tembakau, sabun, surat kabar, dan sebagainya. Barang-barang kemudahan biasanya sering dibeli meskipun hal ini bukan karakteristiknya yang khas. Barang-barang kemudahan harus selalu siap apabila konsumen membutuhkannya. Strategi promosi yang dibahas di sini adalah strategi dari pabrikan serta dari pengecer. Para pengecer biasanya menjual beberapa merk produk kemudahan sehingga mereka tidak mampu untuk mempromosikan hanya satu merk saja. Jadi untuk barang kemudahan tanggungjawab periklanan seluruhnya menjadi beban pabrik.
Barang-barang perbelanjaan(Shopping goods)
Barang-barang perbelanjaan merupakan produk yang biasanya oleh konsumen diperbandingkan kualitasnya, harganya, dan coraknya di beberapa toko sebelum dibeli, karakteristiknya yang utama adalah sebelum membelinya konsumen tidak memiliki informasi yang lengkap tentang barang-barang tipe ini. Jadi sewaktu mereka pergi untuk membelinya, mereka harus membandingkan lebih dahulu beberapa produk alternatif sebelum membuat keputusan barang mana yang hendak dibelinya. Pada umumnya, barang- barang perbelanjaan lebih mahal serta lebih jarang dibeli dibandingkan dengan barang-barang kemudahan. Contohnya alat-alat rumah tangga, pakaian, furniture, mobil bekas dan lainnya.
Pola beli barang-barang perbelanjaan mempengaruhi distribusi dan strategi promosi, baik dari pabrikan/produsen maupun dari para pialang/pedagang menengah. Untuk mempermudah para konsumen memperbandingkan barang-barang perbelanjaan, para pabrikan berusaha menempatkan produk-produk mereka di toko-toko yang berdekatan dengan toko-toko yang menjual produk saingan.
Barang-barang khas (Speciality goods)
Barang-barang khas merupakan produk yang dipilh oleh konsumen karena merknya yang kuat. Seperti halnya pembeli barang-barang kemudahan(tetapi tidak seperti pembeli barang-barang perbelanjaan) pembeli barang-barang khusus sebelum pergi berbelanja telah mempunyai pengetahuan yang lengkap tentang barang-barang yang dibutuhkan. Ciri khas dari barang tipe ini adalah, pembeli hanya akan membeli merk-merk tertentu saja. Mereka juga bersedia mengabaikan barang yang nyata-nyata ada, hanya karena ingin membeli merk-merk yang diinginkan. Meskipun untuk ini mereka harus membuang waktu dan usaha. Misalnya mobil Lamborghini, pakaian rancangan orang terkenal, kamera Nikon dan sebagainya.
Para pabrikan/produsen dalam memasarkan barang-barang khusus hanya dapat mendayagunakan beberapa toko pengecer saja karena konsumen tetap teguh membeli merk-merk tertentu serta bersedia mengeluarkan upaya untuk memdapatkannya. Karena merk penting dan hanya beberapa toko pengecer saja yang dipakai, baik pabrikan maupun pengecer harus mengiklankan produk secara luas. Seringkali pabrikan ikut menanggung sebagian biaya iklan para pengecernya, dan nama-nama pengecernya juga sering muncul dalam iklan-iklan pabrikan.
Klarisifikasi barang konsumen yang dikembangkan sampai toko pengecer
Sistem klasifikasi barang konsumen dapat dikembangkan sampai eceran, artinya dapat pula menyebut toko-toko barang kemudahan, toko-toko barang perbelanjaan, dan toko-toko barang khas. Kategori yang dipakai untuk menggolongkan suatu toko tergantung dari apakah pelanggan bebrelanja karena kebetulan toko itu ada atau karema memang memilih tokot tanpa mempedulikan letaknya, jaraknya, dan sebagainya. Konsumen sering melalui proses lima langkah yang logis sewaktu mereka hendak membuat keputusan beli. Pertama, menyadari kebutuhan yang belum terpuaskan. Kemudian beberapa pilihan yang nalar (reasonable) diidentifikasi dan kemudian dievaluasi. Keputusan untuk membeli kemudian dibuat. Dalam tahap akhir, prilaku purna beli mencakup beberapa disonansi kognitif dari pembeli, sesuatu yang perlu diingat oleh para penjual. Penggabungan dari semua adalah dua teori komprehensif dan perilaku konsumen. Alat bantu untuk membentuk program pemasaran yang efektif adalah klasifikasi produk konsumen berdasarkan kebiasaan beli konsumen. Tiga masing-masing biasanya membuthkan distribusi, promosi, pertimbangan – pertimbangan pemasaran yang berbeda.