Senin, 02 Mei 2011

EKONOMI SUMBER DAYA PERTANIAN ANALISIS BUDIDAYA PADA JAMUR TIRAM


PENDAHULUAN

Perkembangan dunia usaha saat ini mengalami kemajuan cukup pesat, namun tingkat persaingan cukup ketat, disamping itu banyak bermunculan berbagai macam jenis industri baru, yang mempunyai satu tujuan yang sama yaitu keinginan untuk bisa menghasilkan produk yang bermutu dan dapat memberikan kepuasan bagi pelanggan atau konsumen serta memperoleh keuntungan yang besar. Analisa disini diperlukan untuk menentukan apakah usaha yang dilakukan sekarang cukup layak dari segi bisnis dalam arti bisa dipasarkan secara luas namun bisa diterima masyarakat.
Studi kelayakan pada hakekatnya adalah suatu metode penjajakan dari suatu gagasan usaha tentang kemungkinan layak atau tidaknya gagasan usaha tersebut dilaksanakan. Maksud diadakannya studi kelayakan adalah untuk menganalisa terhadap suatu proyek tertentu, baik proyek yang akan dilaksanakan, sedang dan selesai dilaksanakan untuk bahan perbaikan dan penilaian pelaksanaan proyek tersebut. Adapun kriteria dari kelayakan adalah apakah usaha tersebut layak atau tidak untuk diusahakan adalah: modal yang digunakan, tempat atau daerah yang akan digunakan untuk melakukan usaha, komoditas yang digunakan, kwalitas dari komoditas yang akan diusahakan serta teknologi yang digunakan.
Kegiatan berproduksi salah satunya mempunyai tujuan pembudidayaan Jamur Tiram adalah memaksimumkan keuntungan  usaha.  Perolehan  keuntungan maksimum  berkaitan  erat  dengan  efisiensi dalam  berproduksi.  Proses  produksi  tidak efisien  dapat  disebabkan  oleh  dua  hal  berikut.  Pertama,  karena  secara  teknis  tidak efisien.  Ini  terjadi  karena  ketidakberhasilan mewujudkan  produktivitas  maksimal;  artinya  per  unit  paket masukan  (input  bundle) tidak  dapat  menghasilkan  produksi  maksimal.  Kedua,  secara  alokatif  tidak  efisien karena  pada  tingkat  harga-harga  masukan (input)  dan  keluaran  (output)  tertentu,  proporsi  penggunaan masukan  tidak  optimum. Ini  terjadi karena produk penerimaan marjinal  (marginal  revenue  product)  tidak  sama dengan  biaya marjinal  (marginal  cost) masukan  (input)  yang  digunakan.  Efisiensi ekonomi  mencakup  efisiensi  teknis  (technical  efficiency)  maupun  efisiensi  alokatif (allocative efficiency) sekaligus.
Tak sedikit orang yang tertarik untuk membudidayakan jamur tiram ini sebagai alternatif peluang usaha juga cukup menjanjikan. Pasalnya, jamur ini merupakan salah satu jenis komoditi produk konsumsi yang memiliki pangsa pasar luas. Artinya, hampir di semua negara menjadikannya sebagai alternatif konsumsi sehat, termasuk Indonesia. Namun, pasarnya masih terbatas. Untuk pasar luar negeri, untuk memenuhi pasokan lokal juga masih kekurangan. Tetapi, kebutuhan pasar jamur tiram juga masih mendapat prioritas di kalangan konsumen. Demikian halnya dengan permintaan pasar jamur tiram yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Bagi yang berminat untuk turut meramaikan pasar jamur tiram, bukan tak mungkin dapat melakukan proses budidaya. Masih awam dan belum mengenal budidaya jamur tiram, bukan jadi kendala lagi. Sebab, proses dari jamur tiram  tergolong cukup mudah dan efektif dilakukan bagi yang masih pemula sekalipun.
















PEMBAHASAN

Jamur tiram atau dalam bahasa latin disebut Pleurotus sp. Spesies jamur tiram, Pleurotus ostreatus selain dapat dikonsumsi juga bernilai ekonomi tinggi. Ciri yang khas ada pada tudungnya berwarna hitam lembayung sampai kecoklatan. Di antara banyak jenis jamur, jamur tiram ini termasuk dalam kategori tanaman konsumsi. Bentuknya menyerupai kulit kerang dengan diameter 6-14 cm. Selain itu, tekstur permukaan tudung licin dan mengkilap. Demikian juga bilahnya berwarna putih, krem atau putih gading yang tersusun agak rapat. Disini terjadi fase perubahan bentuk, yaitu sewaktu muda bilahnya berwarna putih dan semakin tua jadi krem kekuningan dengan ukuran sekitar 1-3 cm. Jamur ini hidup baik pada kisaran suhu tinggi sekitar 25-30 °C.
Untuk melakukan budidaya jamur tiram ini, tidak sesulit yang dibayangkan. Hanya masalah perlakuan lingkungan harus diperhatikan benar, dimana pada habitatnya ia lebih menyukai area dataran tinggi sebagai optimalisasi proses pertumbuhan. Itu didukung pula dengan tingkat kelembaban yang jadi sarat hidup mutlak. Kondisi lembab dan dingin yang sesuai dengan karakter jamur, membuat bentuknya semakin besar. Di dataran rendah juga dapat melakukan budidaya jamur tiram. Sebab, ada alternatif yang tetap bisa dilakukan, seperti membuat kondisi lingkungan tempat tinggal jamur (minimal hampir sama) dengan habitat aslinya. Penerapannya  perlu dilakukan secara ekstra dari perlakuan jamur untuk daerah dingin. Alternatifnya, bisa dengan membuat lingkungan untuk selalu dalam keadaan lembab. Menyiram bagian tanahnya secara rutin, jadi salah satu cara untuk membuat tingkat kelembaban yang cocok. Sedangkan untuk bagian tanaman jamurnya tak perlu disiram, karena hanya faktor lingkungan tumbuh yang mempengaruhi pertumbuhan.
Pemberian ventilasi (sistem sirkulasi) pada rumah jamur, juga jadi aspek pendukung. Maka, banyak pembudidaya jamur yang menerapkan bilik anyaman bambu sebagai rumah jamur. Untuk perputaran udara yang baik, idealnya diberi jendela. Penerapan jendela ini, dilakukan 30 cm dari tanah dan hanya dibuka pada waktu malam hari. Sebab di malam hari, merupakan saat dimana jamur mengalami proses pertumbuhan dan sirkulasi udara yang baik akan membantunya.
Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Budidaya Jamur Tiram
a.  Bibit
Pembibitan merupakan tahapan budidaya yang memerlukan ketelitian tinggi karena harus dilakukan dalam kondisi steril dengan menggunakan bahan dan peralatan khusus. Petani jamur yang yang tidak memiliki sarana lengkap, minimnya pengalaman, kurang teliti sebaiknya membeli bibit pada produsen yang khusus menjual bibit jamur.
Dalam kegiatan pembibitan dikenal dengan istilah  :
-      F.0  :  Pembiakan kultur atau pembiakan murni.
-      F.1  :  Pembiakan tahap pertama atau bibit induk.
-      F.2  :  Pembiakan tahap kedua atau bibit subkultur.
-      F.3  :  Pembiakan tahap ketiga atau bibit subkultur.
-                  F.4 : Pembiakan tahap keempat atau bibit semai dikatagorikan sebagai  media  tanam untuk ditumbuhkan menjadi jamur dewasa siap konsumsi
Pembiakan kultur murni yaitu sebuah media khusus berisi miselium jamur yang sudah teruji sifat unggulnya, misalkan berukuran besar dan berproduktivitas tinggi. Kultur murni inilah yang digunakan untuk menghasilakn biakan tahap kesatu (F.1), kedua (F.2) dan ketiga (F.3). ada empat tahapan yang dilakukan dalam pembuatan kultur murni yaitu dengan cara pembuatan media, pemilihan induk, isolasi dan inkubasi. Pembiakan tahap kesatu (F.1), (F.2), (F.3), bertujuan memperbanyak misellium jamur yang berasal dari biakan murni. Pada dasarnya langkah-langkah yang dilakukan pembiakan tidak berbeda dengan pembiakan kultur murni, meliputi bahan, inokulasi, inkubasi, yang membedakan hanya penggunaan media.
Media pembiakan F.1, F.2, dan F.3 berbeda dengan media pembiakan F.0, karena media F.1, F.2, dan F.3 berhubungan dengan media tanam dikumbung pertumbuhan jamur. Untuk budidaya jamur tiram, dapat menggunakan substrat kayu, serbuk gergaji, ampas tebu atau sekam atau dapat dicampur dengan bahan-bahan lain, seperti : dedak dan biji-bijian. Media untuk pembuatan atau pembiakan F.1, F.2 dan F.3 harus memmenuhi persyaratan ideal pertumbuhan misellium jamur, yaitu  :
-      Banyak mengandung unsur C (karbon) dalam bentuk karbohidrat.
-      Unsur N (nitrogen) dalam bentuk amonium.
-      Unsur Ca (kalsium) yang berfungsi menetralkan asam oxalat yang dikeluarkan miselium.
Oleh karena itu, media dengan bahan campuran serbuk kayu dan biji-bijian dianggap lebih baik karena kandungan unsurunsur yang dibutuhkan jamur lebih lengkap dibandingkan dengan berbahan serbuk kayu saja. Biasanya,  untuk mempermudah proses ini, banyak perusahaan penyedia bibit jamur yang sudah mengemasnya dalam bentuk bag log. Artinya, bibit sudah tertanam dalam media tanam dan hanya siap untuk masa panen.
b.  Rumah Jamur
Penyiapan bangunan untuk mendukung proses hidup jamur, dapat porsi cukup penting untuk diperhatikan, dimana bentuk dan ukuran bangunan disesuaikan dengan kebutuhan. Rumah jamur atau yang biasa disebut Kumbung dapat dibuat dari rangka besi, kayu atau bambu dengan dinding atau atap yang terbuat dari plastik. Pada bagian luar kumbung dipasang lagi atap dan dididing dari anyaman bambu, nipah, atau kain yang dapat ditutup-buka, untuk mengatur cahaya matahari yang masuk. Kumbung dilengkapi jendela untuk mengatur sirkulasi udara. Hal ini terkait dengan kebutuhan suhu dan kelembapan udara yang ideal. Didalam kumbung bisa dibuat dua deret rak bertingkat, sebagai tempat meletakkan ratusan, bahkan ribuan bag log. Kumbung berukuran 8 x 3 m2   3000an bag log. Bag log bisa dibuat sendiri, bisa juga membeli dari pembudidaya jamur tiram yang sudah berpengalaman. Memang , apalagi harganya rata-rata (Rp 1100- Rp 2000).
c.  Menjaga Temperatur
Selama pertumbuhan bibit (serat atau miselia, seperti benang atau kapas), temperatur dijaga 28-30 derajat celcius. Tetapi, untuk pertumbuhan tubuh buah jamur samapai masa panen, temperatur diatur sekitar 26-28 derajat celcius. Selama pertumbuhan bibit dan pertumbuhan buah, kelembapan udara diatur sekitar 90 persen. Kalau kurang, substrat tanam akan mengering.agar kelembapan akan terjamin, lantai ruangan sebaiknya disiram air bersih pada pagi dan sore hari.
Masa Panen Jamur Tiram
Jamur Tiram dipanen, bekas batang jamur dibersihkan dari substrat tanam karena kalau batang ini masih terisi akan membusuk dan merugikan. Lembar kantong plastik diturunkan kebawah agar jamur tumbuh lagi. Tergantung pada kandungan substrat tanam, bibit jamur, serta lingkungan selam pemeliharaan, permanenan jamur dapat dilakukan antar 4-8kali dan jumlah jamur yang dipanen pemusim dapat mencapai 600 gram. Sedangkan berat substrat tanam adalah 1 kg. dengan nilai REB ( rasio efesiensi biologi) adalah 60. Semakin tinggi nilai REB, semakin baik budidaya jamur tersebut. Aspek pemasaran jamur tiram seringkali dipasarkan dalam bentuk awetan dalam kaleng. Jamur tiram belum ada yang diekspor utuh secara segar tetapi umumnya dalam bentuk olahan seperti chips atau crispy. Dipasar setempat, jamur tiram umum dijual tidak dalam bentuk kemasan, melainkan dalam takaran 100 g atau 1 kg.
Jamur tiram yang telah berlendir dibagian luar tudungnya sebaiknya tidak dikonsumsi karena  kemungkinan besar sudah mulai membusuk oleh bakteri membusuk. Pangsa pasar untuk produk budi daya jamur tiram terbuka lebar, disamping kebutuhan konsumen setempat setiap hari.
Manfaat dan Kandungan Jamur Tiram
Jamur tiram atau dalam bahasa latin disebut Pleurotus sp, selain dapat dikonsumsi juga bernilai ekonomi tinggi. Kandungan protein jamur tiram rata-rata 3,5%-4% dari berat basah. Berarati peroteinnya dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan asparagus dan kubis. Bila dihitung dari berat kering jamur tiram kandungan proteinya adalah 19-35%, sementara beras 7,3%, gandum 13,2%, kedelai 39,1% dan susu sapi 25,2%. Jamur tiram juga mengandung sembilan asam-asam amino esensial yang tidak bisa disintesis dalam tubuh yaitu lisin, metionin, tripofan, threonin, valin, leusin, isoleusin, histidin dan fenilalanin.
Kandungan lemak jamur tiram setidaknya 72% dari total asam-asam lemaknya adalah asam lemak tidak jenuh. Jamur tiram juga mengandung sejumlah vitamin penting terutama kelompok vitamin B, vitamin C dan provitaminn Dyang akan diubah menjadi vitamin D dengan bantuan sinar matahari. Kandungan vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), niasin dan provitamin D2 (ergosterol)nya cukup tinggi. Jamur merupakan sumber mineral yang baik, kandungan mineral utama yang tertinggi adalah kalium (K), kemudian fosfor (P), natrium (Na), kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Jamur juga merupakan sumber mineral minor yang baik karena mengandung seng, besi, mangan, molibdenum, kadmium, dan tembaga. Konsentrasi K, P, Na, Ca dan Mg mencapai 56-70 persen dari total abu, dengan kandungan kalium sangat tinggi mencapai 45 persen.
Menurut Chang dan Miles kandungan logam berat itu masih jauh di bawah batas yang ditetapkan dalam undang-undang Fruit Product Order and Prevention of Food Adulteration Act tahun 1954. Oleh karena itu jamur tiram sebagai sayuran adalah aman dikonsumsi setiap hari, sumber yang baik untuk asam-asam amino yang diperlukan dalam membentuk protein dalam tubuh, sumber yang baik untuk vitamin terutama vitamin B1, B2 dan provitamin D2, dan sumber mineral terutama kalium dan fosfor. Hasil studi di Massachusett University menyimpulkan bahwa riboflavin, asam Nicotinat, Pantothenat, dan biotin (Vitamin B) masih terpelihara dengan baik meskipun jamur telah dimasak. Hasil penelitian dari Beta Glucan Health Center menyebutkan bahwa jamur tiram (Pleurotus ostreatus) mengandung senyawa Pleuran (di Jepang, jamur tiram disebut Hiratake sebagai jamur obat), mengandung protein (19-30 persen), karbohidrat (50-60 persen), asam amino, vit B1 (thiamin), B2 (riboflavin), B3 (Niacin), B5 (asam panthotenat), B7 (biotin), Vit C dan mineral Calsium, Besi, Mg, Fosfor, K, P, S, Zn. Dapat juga sebagai antitumor, menurunkan kolesterol, dan antioksidan.
Para peneliti dari Ujagar Group (India) menyampaikan, bahwa jamur tiram memiliki nilai nutrisi yang sangat bagus dengan alasan: 100 persen sayuran dan bersih; mengandung protein tinggi dan kaya vitamin-mineral; rendah karbohidrat, lemak dan kalori; bagus untuk liver, pasien diabetes, dan menurunkan berat badan; berserat tinggi membantu pencernaan; antiviral dan antikanker; mudah memasaknya dan mudah dicerna; dan jamur tiram merupakan jamur yang paling enak rasanya dibanding jamur pangan lainnya. Dari hasil penelitian Departemen Sain, Kementerian Industri Thailand, jamur tiram mempunyai kandungan: protein 5,94 persen, karbohidrat 50,59 persen, serat 1,56 persen, lemak 0,17 persen, abu 1,14 persen. Per 100 gram jamur tiram segar, mengandung 45,65 kalori, 8,9 miligram (mg) kalsium, 1,9 mg besi, 17,0 mg fosfor, 0,15 mg vitamin B-1, 0,75 mg vitamin B-2, dan 12,40 mg Vitamin C. Jamur juga mengandung folic acid yang cukup tinggi, konon mampu menyembuhkan anemia.
Jamur Tiram merupakan bahan makanan bernutrisi dengan kandungan protein tinggi, kaya vitamin dan mineral, rendah karbohidrat, lemak dan kalori. Jamur tiram juga dipercaya mempunyai khasiat obat untuk berbagai penyakit, seperti lever, diabetes, anemia, sebagai antiviral dan antikanker serta menurunkan kadar kolesterol. Di samping itu, jamur tiram juga dipercaya mampu membantu penurunan berat badan karena berserat tinggi dan membantu pencernaan. Di dalamnya terkandung 9 asam amino esensial dengan kadar protein 19-35% (lebih rendah dari kedelai dan susu). Jadi jamur ini dapat dijadikan sumber protein nabati di samping kacang-kacangan. Jenis vitamin di dalam jamur adalah vitamin B1, B2, niasin, biotin dan vitamin C. Selain itu di dalamnya terdapat mineral K, P, Ca, Na, Mg dan Cu. Selain campuran pada berbagai jenis masakan, jamur tiram merupakan bahan baku obat statin. Jamur tiram diketahui membunuh dan mencerna nematoda yang kemungkinan besar dilakukan untuk memperoleh nitrogen.


Analisis Biaya Untuk Jamur Tiram
Investasi awal:
Pembuatan kumbung dan rak bambu : Rp 2.000.000,00
Autoclave : Rp 7.500.000,00
Sewa lahan 3 tahun : Rp 6.000.000,00
Perlengkapan Budidaya : Rp. 6.000.000,00
Total investasi awal : Rp 21.500.000,00

Bahan baku :
Bibit : Rp. 700 .000,00
Serbuk gegaji, bekatul, kapur : Rp 800.000,00
Polybag, plastik, karet, kapas : Rp 2.500.000,00
Total biaya bahan baku : Rp 4.000.000,00

Biaya operasional :
Gaji karyawan 6 orang : Rp 4.500.000,00
Honor karyawan borongan 15 orang @Rp. 20.000,00 : Rp. 3.000.000,00
Listrik, air, telepon : Rp. 500.000,00
Transportasi : Rp. 300.000,00
Total biaya operasional : Rp 8.300.000,00

Biaya pemasaran :
Iklan : Rp. 400.000,00
Komisi sales (5% dari omset) : Rp. 1.000.000,00
Total biaya pemasaran : Rp. 1.400.000,00




Omset :
Penjualan jamur tiram segar : Rp. 20.000.000,00
Keuntungan bersih :
Rp. 20.000.000,00 – (Rp. 4.000.000,00 + Rp. 8.300.000,00 + Rp. 1.400.000,00) = Rp. 6.300.000,00
 B / C ratio = Penerimaan / Total Biaya  =  Rp. 20.000.000,00  :  Rp  13.700.000,00  =  1,46

Untuk mengetahui besarnya keuntungan yang didapatkan dari usaha Jamur Tiram ini dapat dilakukan dengan menganalisis biaya Jamur Tiram yang meliputi:
biaya untuk investasi awal, biaya penyediaan bahan baku, biaya operasiona, serta biaya pemasaran. Setelah mengetahui biaya tersebut kemudian dilakukan perhitungan omset penjualan, setelah penghitungan omset Jamur Tiram tersebut dapat diketahui berapa besar keuntungan bersih yng diperoleh dari usaha Jamur Tiram tersebut.
Dari hasil analisis biaya yang dibuat dapat diketahui bahwa total investasi awal sebesar Rp 21.500.000,00 , total biaya bahan baku sebesar Rp 4.000.000,00 , total biaya operasional sebesar Rp 8.300.000,00 , total biaya pemasaran sebesar Rp 1.400.000,00 dan omset dari penjualan jamur tiram segar sebesar Rp 20.000.000,00. Sehingga dapat diketahui keuntungan bersih yang diperoleh adalah sebesar Rp 6.300.000,00.
Untuk mengetahui perusahaan tersebut layak diusahakan  atau  tidak dapat diketahui dengan cara menghitung B / C ratio-nya. Dari hasil perhitungan didapat B / C ratio sebesar 1,46 sehingga dapat dikatakan bahwa usaha tersebut layak untuk diusahakan. Hal ini terjadi karena hasil dari perhitungan B / C ratio lebih dari satu maka jika perusahaan mengusahakan jamur tiram akan mendapatkan laba. Dalam usaha budidaya jamur tersebut menghasilkan biaya penerimaan yang lebih besar daripada biaya produksinya sehingga jika perusahaan tersebut mengusahakan jamur tiram dengan analisis biaya yang tersebut diatas maka perusahaan akan mendapatkan laba yang cukup besar yang dapat menutup biaya produksi sehingga perusahaan tidak akan mengalami kerugian.

KESIMPULAN

Diantara banyak jenis jamur, jamur tiram ini termasuk dalam kategori tanaman konsumsi. Jamur Tiram merupakan salah satu jenis komoditi produk konsumsi yang memiliki pangsa pasar luas. Artinya, hampir di semua negara menjadikannya sebagai alternatif konsumsi sehat, termasuk Indonesia. Oleh karena itu budidaya jamur tiram ini dapat dijadikan sebagai alternatif peluang usaha juga cukup menjanjikan
 Ciri yang khas ada pada tudungnya berwarna hitam lembayung sampai kecoklatan. Bentuknya menyerupai kulit kerang dengan diameter 6-14 cm. Selain itu, tekstur permukaan tudung licin dan mengkilap. Demikian juga bilahnya berwarna putih, krem atau putih gading yang tersusun agak rapat.
Jamur Tiram merupakan bahan makanan yang memiliki banyak manfaat karena memiliki nutrisi dengan kandungan protein tinggi, kaya vitamin dan mineral, rendah karbohidrat, lemak dan kalori. Jamur tiram juga dipercaya mempunyai khasiat obat untuk berbagai penyakit, seperti lever, diabetes, anemia, sebagai antiviral dan antikanker serta menurunkan kadar kolesterol. Di samping itu, jamur tiram juga dipercaya mampu membantu penurunan berat badan karena berserat tinggi dan membantu pencernaan. Selain campuran pada berbagai jenis masakan, jamur tiram merupakan bahan baku obat statin. Jamur tiram diketahui membunuh dan mencerna nematoda yang kemungkinan besar dilakukan untuk memperoleh nitrogen.
Untuk melakukan budidaya jamur tiram ini harus memperhatikan perlakuan lingkungan yang benar, dimana pada habitatnya ia lebih menyukai area dataran tinggi sebagai optimalisasi proses pertumbuhan. Kondisi lembab dan dingin sangat sesuai dengan karakter jamur . Dalam budidaya jamur tiram terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain: bibit, rumah jamur, serta menjaga temperatur.
Dalam pemanena Jamur Tiram, bekas batang jamur dibersihkan dari substrat tanam karena kalau batang ini masih terisi akan membusuk dan merugikan. Pemanenan jamur dapat dilakukan antar 4-8 kali dan jumlah jamur yang dipanen pemusim dapat mencapai 600 gram.
Untuk mengetahui besarnya keuntungan yang didapatkan dari usaha Jamur Tiram ini dapat dilakukan dengan menganalisis biaya Jamur Tiram yang meliputi:
biaya untuk investasi awal, biaya penyediaan bahan baku, biaya operasiona, serta biaya pemasaran. Setelah mengetahui biaya tersebut kemudian dilakukan perhitungan omset penjualan, setelah penghitungan omset Jamur Tiram tersebut dapat diketahui berapa besar keuntungan bersih yng diperoleh dari usaha Jamur Tiram tersebut.
Dari hasil analisis biaya Jamur Tiram dapat diketahui bahwa total penerimaan sebesar Rp 20.000.000,00 dan total biaya produksinya sebesar Rp  13.700.000,00. Besarnya penerimaan lebih besar daripada biaya produksi sehingga perusahaan akan mendapatkan laba dan perusahaan tersebut layak untuk diusahakan. Kelayakan usaha ini juga dapat dilihat melalui analisis perhitungan didapat B / C ratio yaitu didapatkan angka sebesar 1,4 yang menunjukkan bahwa usaha tersebut layak untuk diusahakan.

DAFTAR PUSTAKA


Ima. 2005. Sukses Bisnis Jamur Kayu. Majalah FOLIA, edisi 4 April 2005.
Gittinger, J. Price. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Sutawi. 2002. Evaluasi Proyek dan Perencanaan Usaha. Jakarta  :  Penerbit Ghalia Indonesia.
Soeharto, Iman. 1995. Manajemen Proyek. Jakarta  :  Penerbit Erlangga.

EKONOMI SUMBER DAYA PERTANIAN EVALUASI KELAYAKAN INVESTASI AGRIBISNIS KAKAO DI INDONESIA


PENDAHULUAN
Di dalam suatu negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, selalu dibutuhkan kegiatan-kegiatan seperti proyek untuk mengembangkan pembangunan untuk kepentingan orang banyak. Dengan adanya proyek tersebut, pendapatan suatu negara yang sedang berkembang diharapkan dapat meningkat. Di samping itu, investasi kegiatan proyek tersebut dapat diharapkan dapat mengurangi perbedaan pendapatan masyarakat, sehingga terciptanya kesejahteraan masyarakat secara merata. Salah satu proyek yang dapat menjanjikan untuk investasi adalah proyek pengembangan agribisnis kakao.
Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Disamping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Pada tahun 2002, perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan sumbangan devisa terbesar ke tiga sub sektor perkebunan setelah karet dan minyak sawit dengan nilai sebesar US $ 701 juta.
Gambar 1. Pohon Kakao
Perkebunan kakao di Indonesia mengalami perkembangan pesat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir dan pada tahun 2002 areal perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 914.051 ha. Perkebunan kakao tersebut sebagian besar (87,4%) dikelola oleh rakyat dan selebihnya 6,0% dikelola perkebunan besar negara serta 6,7% perkebunan besar swasta. Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian besar adalah jenis kakao lindak dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Disamping itu juga diusahakan jenis kakao mulia oleh perkebunan besar negara di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Dari segi kualitas, kakao Indonesia tidak kalah dengan kakao dunia dimana bila dilakukan fermentasi dengan baik dapat mencapai cita rasa setara dengan kakao yang berasal dari Ghana dan kakao Indonesia mempunyai kelebihan yaitu tidak mudah meleleh sehingga cocok bila dipakai untuk blending. Sejalan dengankeunggulan tersebut, peluang pasar kakao Indonesia cukup terbuka baik ekspor maupun kebutuhan dalam negeri.
Gambar 2. Biji Kakao yang siap ekspor.
Dengan kata lain, potensi untuk menggunakan industri kakao sebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan distribusi pendapatan cukup terbuka. Meskipun demikian, agribisnis kakao Indonesia masih menghadapi berbagai masalah kompleks antara lain produktivitas kebun masih rendah akibat serangan hama penggerek buah kakao (PBK), mutu produk masih rendah serta masih belum optimalnya pengembangan produk hilir kakao. Hal ini menjadi suatu tantangan sekaligus peluang bagi para investor untuk mengembangkan usaha dan meraih nilai tambah yang lebih besar dari agribisnis kakao. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang kelayakan investasi dari proyek pengembangan kakao di Indonesia.
Gambar 3. Kakao yang terserang hama penggerek buah.














PEMBAHASAN
A. TUJUAN DAN UNSUR-UNSUR POKOK PROYEK
1.  Arti Proyek
Proyek merupakan suatu rangkaian aktivitas (activities) yang dapat direncanakan, yang didalamnya menggunakan sumber-sumber (inputs), misalnya: uang dan tenaga  kerja, untuk mendapatkan manfaat (benefits) atau hasil (returns) dimasa yang akan dating. Aktivitas proyek ini mempunyai saat mulai (starting point) dan saat berakhir (ending point).
2.  Maksud Diadakan Evaluasi Proyek
Maksud disini adalah untuk menganalisa terhadap suatu proyek tertentu, baik proyek yang akan dilaksanakan, sedang dan selesai dilaksanakan untuk bahan perbaikan dan penilaian pelaksanaan proyek tersebut. Analisa semacam ini dianggap perlu dilakukan karena didalam pelaksanaan suatu proyek akan menyangkut penggunaan sumber-sumber yang langka ( scarcity resourses).
Dengan demikian suatu proyek perlu dianalisa/ dievaluasi, karena:
a.  Analisa dapat digunakan sebagai alat perencanaan didalam pengambilan keputusan, baik untuk pimpinan pelaksana proyek, pejabat, atau pemberi bantuan kredit dan lembaga lain yang berhubungan dengan kegiatan tersebut.
b. Analisa dapat digunakan sebagai pedoman atau alat di dalam pengawasan, apakah proyek nanti dapat berjalan sesuai yang direncanakan atau tidak.
3.  Aspek- aspek Daripada Persaingan dan Evaluasi Proyek
Ada beberapa aspek persiapan atau perencanaan yang harus diperhatikan pada setiap kegiatan proyek, diantaranya:
a.  Aspek teknis
Yaitu aspek yang berhubungan dengan inputs dan outputs daripada barang-barang dan jasa-jasa yang akan digunakan serta dihasilkan di dalam suatu kegiatan proyek.

b.  Aspek Managerial, Organisasi dan Institusi/ Lembaga
Yaitu aspek yang menyangkut kemampuan staf pelaksana untuk melaksanaan administrasi dalam aktivitas besar dan bagaimana hubungan antara administrasi proyek dengan lembaga lainnya (misalnya dengan pihak pemerintah) dapat terlihat secara jelas. 
c.  Aspek Sosial
Yaitu aspek yang menyangkut terhadap dampak (impact) social yang disebabkan adanya penggunaan inputs dan outputs yang akan dicapai suatu proyek. 
d. Aspek Finansial
Yaitu merupakan aspek utama yang akan menyangkut tentang perbandingan antara pengeluaran uang dengan pemasukan uang atau returns dalam suatu proyek.
e.  Aspek Ekonomis
Yaitu aspek yang akan menentukan tentang besar atau kecilnya sumbangan suatu proyek terhadap pembangunan ekonomi secara keseluruhaan.
Berikut pembahasan analisa proyek ini lebih menitik beratkan pada analisa asek financial dan aspek ekonomisnya, walaupun sebelumnya aspek-aspek lainnya juga diperlukan.
4.     Analisa Ekonomi dan Analisa Finansial
Yang dimaksudkan:
a)     Analisa Ekonomis, adalah suatu analisa yang melihat suatu kegiatan proyek dari sudut perekonomian secara kesuluruhan. Dengan demikian yang diperhatikan di dalam analisa ekonomis ini adalah hasil total atau produktivitas suatu proyek untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan. Hasil analisa ekonomis disebut dengan “the social return” atau “the economic return”.
b)     Analisa financial, adalah analisa yang melihat suatu proyek dari sudut lembaga-lembaga atau badan-badan yang mempunyai kepentingan langsung dalam proyek atau yang menginvestasikan modalnya ke dalam proyek. Oleh karena itu hasil analisa ini disebut dengan “the private returns”.
Kedua analisa tersebut kadang-kadang juga digunakan secara bersama-sama. Bahkan dilengkapi dengan analisa phisik, yaitu suatu analisa yang melihat dari bentuk phisik proyek.
5.     Unsur-unsur  yang berlainan di dalam Analisa Ekonomis dan Analisa Finansial
 Di bawah ini akan diberikan unsur-unsur yang berbeda di dalam tinjauan aspek ekonomis maupun aspek financial.
a)         Di dalam Analisa Ekonomis
b)        Harga yang dipakai pedoman adalah shadow price atau accounting price.
c)         Pembayaran pajak tidak dikurangkan dalam perhitungan benefit dari suatu proyek.
d)        Besarnya subsidi harus ditambahkan (adjusted) pada harga pasar barang-barang inputs.
e)         Besarnya bunga modal biasanya tidak dipisahkan atau dikurangkan dari hasil kotor.
Sedangkan di dalam analisa financial,
a.    Harga yang dipakai pedoman adalah harga pasar (market price).
b.      Pembayaran pajak dianggap sebagai biaya di dalam proyek, sehingga perlu  diperhitungkan atau  dipakai untuk mengurangi benefits.
c.       Besarnya subsidi yang diberikan dipakai sebagai mengurangi atau akan meringankan  biaya proyek sehingga akann merupakan benefits.
d.      Di dalam pembayaran bunga modal di dalam analisa ini dibedakan sebagai berikut:
1) Bunga yang dibayarkan kepada orang-orang atau lembaga-lembaga dari luar yang meminjamkan uangnya (kreditor) kepada proyek, maka bunga tersebut dianggap biaya (cost). Sedangkan bila terdapat pembayaran kembali hutang dari luar proyek, maka akan dikurangkan dari hasil kotor sebelum diperoleh suatu arus benefit.
2) Tetapi untuk bunga atas modal proyek, di dalam hal ini tidak dianggap sebagai biaya (cost).
     Benefit Proyek
Di dalam hal ini benefit suatu proyek terdiri dari direct benefit dan indirect benefit. Disamping itu dikenal pula adanya intangible benefit.
a.       Direct Benefits
Yang dimaksud direct benefit adalah manfaat langsung dan nampak jelas dari hasil adanya suatu proyek. Manfaat ini bisa berupa:
1)      Adanya kenaikan dalam nilai output phisik dari kegiatan yang ditangani proyek.
2)      Kenaikan nilai dariada output yang disebabkan karena adanya perbaikan kualitas.
3)      Kenaikan nilai output karena adanya perubahan lokasi dan perubahan waktu penjualan.
4)      Kenaikan nilai output karena adanya perubahan bentuk (grading, processing, dan perubahan bentuk yang lainnya).
5)      Penurunan biaya (cost) yang disebabkan adanya mekanisasi.
6)       Penurunan biaya (cost) yang disebabkan oleh penurunana biaya pengangkutan
7)      Penurunan biaya (cost) yang disebabkan terhindar dari adanya kerugian seperti kerusakan dan lain sebagainya.
b.      Indirect Benefit atau Secondary Benefits
Yang dimaksud dengan indirect benefit adalah manfaat yang secara tidak langsung ditimbulkan oleh adanya kejadian proyek tersebut. Mafaat ini biasanya akan dirasakan oleh orang yang ada di luar royek itu. Indirect benefit ini bisa berupa:
1)      Adanya efek multiplier (multiplier effects) dari suatu proyek yang merupakan induced effects.
2)      Adanya skala ekonomis (economics of scale) yang lebih besar.
3)      Adanya dynamic secondary effects.

c.       Intangible Benefits
Intangible disini dimaksudkan suatu manfaat yang secara tiidak langsung bisa dinikmati oleh masyarakat, tetapi rupanya sulit untuk dinilai dalam bentuk uang. Jenis manfaat ini seperti halnya berikut ini:
1)      Adanya perbaikan lingkungan
2)      Bertambahnya emandangan baru disuatu tempat, seperti tempat rekreasi.
3)      Terciptanya distribusi pendaatan.
4)      Bertambahnya peningkatan pertahanan nasional.
A.    Biaya Proyek
Yang dihitung sebagai biaya atau pengeluaran poyek adalah hanya biaya-biaya atau ongkos-ongkos yang akan dikeluarkan dimasa yang akan dating untuk memperoleh penghasilan-penghasilan yang akan datang. Yang dimasukkan ke dalam biaya proyek antara lain:
1.      Biaya angsuran hutang dan bunga
2.      Penyusutan (depreciation)
3.      Biaya konstruksi dan peralatan
4.      Biaya tanah
5.      Biaya modal kerja
6.      Biaya bunga masa konstruksi
7.      Biaya opersi dan pemeliharaan
8.      Biaya pembaharuan atau pengganti
9.      Sunk cost
10.  Biaya feasibility studies dan engineering studies
11.  Intangible cost
12.  Biaya tak terduga
B.     Umur Proyek
Ada beberapa pedoman untuk menentukan panjangnya umur proyek antara lain:
1.      Sebagai ukuran umum dapat diambil suatu periode (jangka waktu) yang kira-kira sama dengan umur ekonomis daripada proyek. Yang dimaksudkan dengan umur ekonomis sesuatu asset ialah jumlah tahun selama pemakaian asset tersebut dapat diminimumkan biaya tahunan daripadanya.
2.      Untuk proyek-proyek yang mempunyai investasi modal yang besar sekali, lebih mudah untuk menggunakan umur tehnis daripada unsure-unsur pokok investasi. Di dalam hal ini perlu diingat bahwa untuk proyek-proyek tertentu umur tehnis daripada unsure-unsur pokok investasi adalah lama, tetapi umur ekonomisnya dapat jauh lebih pendek karena absolescence (ketinggalan jaman karena penemuan teknologi baru yang lebih efisien).
3.      Untuk proyek-proyek yang umurnya lebih lama daripada 25 tahun dapat diambil 25 tahun, karena nilai-nilai sesudah itu jika didiscount dengan discount rate sebesar 10% ke atas, maka present value-nya sudah kecil sekali.
B. ANALIS KELAYAKAN INVESTASI KAKAO
Tanaman kakao bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman tersebut diperkirakan berasal dari lembah hulu sungai Amazon, Amerika Selatan yang dibawa masuk ke Indonesia melalui Sulawesi Utara oleh Bangsa Spanyol sekitar tahun 1560. Namun sejak kapan mulai dibudidayakan masih belum begitu jelas. Ada yang berpendapat pembudidayaannya bersamaan dengan pembudidayaan kopi tahun 1820, tetapi pendapat lain mengatakan lebih awal lagi yaitu tahun 1780 di Minahasa. Pembudidayaan kakao di Daerah Minahasa tersebut tidak berlangsung lama karena sejak tahun 1845 terjadi serangan hama penggerek buah kakao (PBK). Akibatnya kebun tidak terpelihara dan menjadi rusak. Pada waktu budidaya kakao di Minahasa mengalami kehancuran, tanaman kakao mulai menarik perhatian petani di Jawa. Perkebunan kakao telah dikembangkan di Jawa Tengah dan Jawa Timur meliputi daerah Ungaran, Salatiga, Surakarta, Kediri, Malang dan Jember. Namun sebelum mencapai kejayaannya, perkebunan kakao di Jawa juga mengalami kehancuran akibat serangan hama PBK sejak tahun 1886 dan setelah tahun 1900 praktis tidak ada lagi perkebunan kakao di Jawa.
Membaiknya harga kakao dunia sejak awal tahun 1970-an telah membangkitkan kembali semangat petani untuk mengembangkan perkebunan kakao secara besar-besaran. Hanya dalam waktu sekitar 20 tahun, perkebunan kakao Indonesia berkembang pesat lebih dari 24 kali lipat dari 37 ribu ha tahun 1980 menjadi 914 ribu ha tahun 2002, dan produksi meningkat lebih dari 57 kali lipat dari 10 ribu ton tahun 1980 menjadi 571 ribu ton tahun 2002
Menurut PT. Bank Ekspor Indonesia (Persero), konsumsi kakao dunia saat ini mencapai 2,9 juta ton per tahun, sedangkan produksi dunia hanya sekitar 2,8 juta ton per tahun. Dengan demikian, masih terdapat kekurangan pasokan sebanyak 0,1 juta ton per tahun. Seiring dengan terus meningkatnya permintaan pasar terhadap kakao, maka perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan ekspor dengan lebih meningkatkan lagi produksi nasional dengan memperhatikan mutu dari kakao tersebut. Menurut Asosiasi Kakao Indonesia, produksi kakao dunia saat ini mencapau 3 juta ton pertahun. Dari 3 juta produksi kakao dunia, 50 persen atau 1,5 juta ton berasal dari Pantai Gading sedangkan Indonesia menguasai pasar 6 persen atau sekitar 580.000 ton. Produksi kakao Indonesia terus meningkat dari 200.000 ton pada awal 2000 dan naik menjadi 580.000 ton pada 2004 (Sinar Harapan Nomor 0518). Semakin meningkatnya permintaan yang tidak diiringi dengan pasokan yang memadai mengakibatkan harga kakao di pasar internasional mengalami kenaikan dari 1.173 pound sterling pada bulan Mei 2002 menjadi 1.279 pound sterling pada Juli 2002. Kurangnya pasokan dunia disebabkan oleh anjloknya ekspor kakao dari Negara Pantai Gading, yang selama ini memduduki urutan pertama produsen kakao dunia akibat kemelut politik yang melanda negara tersebut.
Keadaan kurangnya pasokan kakao di pasar dunia merupakan peluang besar bagi produsen kakao Indonesia untuk terus meningkatkan produksi. Namun peningkatan produksi dan ekspor kakao Indonesia harus diiringi dengan peningkatan mutu kakao tersebut. Di pasar dunia terutama Eropa, mutu kakao Indonesia dinilai rendah karena mengandung keasaman yang tinggi, rendahnya senyawa prekursor flavor, dan rendahnya kadar lemak, sehingga harga kakao Indonesia selalu mendapatkan potongan harga cukup tinggi sekitar 15% dari rata–rata harga kakao dunia. Menurut data dari PT. Bank Ekspor Indonesia (Persero), hingga saat ini kakao umumnya dikonsumsi oleh penduduk di negara-negara maju terutama di Eropa. Konsumsi per kapita pertahun tertinggi ditempati oleh Belgia dan Luxemburg, yaitu rata-rata 5,63 kg per kapita, disusul Swiss (4,55 kg per kapita), Inggris (3,71 kg per kapita), Jerman (3,47 kg per kapita), dan Perancis (3,15 kg per kapita).
Pemasaran kakao Indonesia telah mecapai pasar dunia dan cenderung menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 1998, Indonesia mengekspor kakao dalam bentuk biji kering sebanyak 278.146 ton dengan nilai ekspor sebesar US$. 382.502.000. Jumlah ekspor ini mengalami peningkatan yang tinggi, di mana jumlah ekspor kakao Indonesia pada tahun 2000 sebesar 333.619,37 ton dengan nilai ekspor US$. 233.052.235 dan pada tahun 2002 sebanyak 365.650 ton dengan nilai ekspor sebesar US$. 520.671.608. Pada tahun 2003, jumlah ekspor kakao Indonesia mengalami penurunan, di mana jumlah ekspor sebanyak 265.838 ton dengan nilai ekspor US$. 410.277.734. Data ekspor kakao biji pada tahun 2000 sampai 2003 dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini




  
Gambar 4. Perkembangan harga kakao dunia (Indikator ICCO)
Tabel 1. Ekspor Biji Kakao Indonesia Tahun 2000-2003
Tahun
Volume (ton)
Nilai Ekspor (US$)
1998
278.146,00
382.502.000
1999
Tidak ada data
Tidak ada data
2000
333.619,37
233.052.235
2001
302.670,03
272.368.480
2002
365.649,87
520.671.608
2003
265.838,06
410.277.734
                  Sumber : Statistik Perdagangan Luar Negeri, Ekspor
Grafik perkembangan jumlah ekspor dan nilai ekspor Indonesia berdasarkan data pada Tabel 1 dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.
 
               Gambar 5. Grafik Ekspor Indonesia Tahun 1998-2003
           
                  Gambar 6. Grafik Nilai Ekspor Indonesia Tahun 1998-2003
     Kakao merupakan salah satu komoditi ekspor unggulan Indonesia dalam menghasilkan devisa negara. Keberadaan Indonesia sebagai produsen kakao utama di dunia menunjukkan bahwa kakao Indonesia cukup diperhitungkan dan berpeluang untuk menguasai pasar global. Dengan demikian, seiring terus meningkatnya permintaan pasar terhadap kakao maka perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan ekspor dengan lebih meningkatkan lagi produksi nasional. Kondisi peluang pasar ini merupakan peluang yang besar pula bagi negara-negara produsen kakao, terutama Indonesia untuk terus meningkatkan produksinya. Tanaman kakao relatif mudah tumbuh di Indonesia dan ini dapat dijadikan salah satu pendorong bagi pemilik modal untuk mulai menerjuni usaha budidaya kakao.
Dalam usaha peningkatan produksi dan ekspor kakao Indonesia harus diiringi dengan peningkatan mutu kakao tersebut, seperti melakukan fermentasi secara baik. Mutu kakao Indonesia perlu mendapat perhatian khusus, sehingga dapat diakui oleh pasar internasional. Dengan meningkatkan mutu, maka harga kakao Indonesia akan dapat lebih bersaing di pasar dunia dan dapat menjangkau pangsa pasar yang lebih luas pula. Di pasar dunia terutama Eropa, mutu kakao Indonesia dinilai rendah karena mengandung keasaman yang tinggi, rendahnya senyawa prekursor flavor, dan rendahnya kadar lemak, sehingga harga kakao Indonesia selalu mendapatkan potongan harga cukup tinggi sekitar 15% dari rata–rata harga kakao dunia. Pengembangan investasi perkebunan kakao dapat memberikan dampak positif untukpertumbuhan sektor-sektor industri lainnya. Dalam usaha budidaya kakao ini akan banyak membutuhkan bahan, seperti pupuk, pestisida, dan alat-alat pertanian sehingga dapat meningkatkan industri pupuk, pestisida, dan alat-alat pertanian tersebut. Selanjutnya, hasil perkebunan kakao yang berupa biji kakao dapat pula memaju perkembangan usaha pengolahan biji kakao menjadi kakao bubuk, pasta, dan lain-lain. Dengan munculnya berbagai usaha industri maka akan membutuhkan tenaga kerja, sehingga akan memberi dampak positif karena berkurangnya jumlah pengangguran.
    Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pekebunan, harga jual kakao dalam bentuk biji kering di pasar domestik pada akhir tahun 2002 adalah Rp. 10.490/kg (US$ 1,165/kg) sampai Rp. 10.523/kg Rp. 10.615/kg (US$ 1,179/kg). Harga jual kakao bersifat fluktuatif dan dipengaruhi tingkat permintaan. Dengan demikian, ada kemungkinan harga jual ditempat meningkat pada tahun–tahun mendatang, seiring dengan terus meningkatnya permintaan pasar akan produk kakao. Tingkat produksi tanaman kakao ditentukan oleh tingkat kesuaian lahan, yang. Digolongkan menjadi sesuai (S1), cukup sesuai (S2), agak sesuai (S3), dan tidak sesuai (N) (lihat Tabel 2. 2). Penilaian tersebut didasarkan atas kondisi agroklimat, sifat fisik dan kimia tanah. Tingkat produksi pada tiap tingkat kesesuaian lahan (S1, S2, dan S3) tersebut, maka produksi pun akan berbeda. Data tingkat produksi untuk ketiga tingkat kesuburan lahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.2
Tabel 2. Produksi Tanaman Tiap Tahun (ton) Berdasarkan Tingkat Kesesuaian Lahan
Tahun Ke
S1
S2
S3
4
600
500
450
5
750
650
600
6
1.050
900
850
7
1.300
1.100
1.000
8
1.450
1.250
1.150
9
1.600
1.350
1.250
10
1.750
1.500
1.400
11-12
1.800
1.550
1.450
13-19
1.900
1.650
1.500
20
1.900
1.550
1.500
21
1.800
1.350
1.450
22
1.600
1.300
1.250
23
1.500
1.250
1.200
24
1.450
1.250
1.150
25
1.450
1.150
1.150
Sumber : Sistem Informasi Pola Pembiayaan/Lending Model Usaha Kecil Bank Indonesia.
Uji kelayakan usaha juga perlu dilakukan dengan luas tanam yang berbeda. Dalam hal ini, dilakukan untuk luas lahan 3.000 ha dan 1.000 ha. Selain itu, dengan asumsi harga tanah tiap wilayah berbeda–beda, maka perlu adanya skenario untuk beberapa tingkat harga tanah. Dengan menggunakan rumus perhitungan yang sama, dilakukan pula perhitungan dengan menggunakan beberapa skenario pembiayaan untuk proyek perkebunan kakao. Pertimbangan pertimbangan yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Luas lahan untuk proyek 1.000 ha, tingkat produksi sesuai asumsi, harga jual Rp.10.000,00/kg, harga tanah Rp. 1.000,00/m2.
b. Luas lahan untuk proyek 1.000 ha, tingkat produksi sesuai asumsi, harga jual Rp.10.000,00/kg, harga tanah Rp. 2.000,00/m2.
c. Luas lahan untuk proyek 1.000 ha, tingkat produksi sesuai asumsi, harga jual Rp.10.000,00/kg, harga tanah Rp.3.000,00/m2.
Dalam pengembangan investasi kakao diperlukan rincian biaya sebagai berikut
Tabel 3. Perkiraan Kebutuhan Biaya untuk Pengembangan Agribisnis Kakao periode 2005-2010
No.
Bidang Usaha
Biaya
1
Usaha tani:
    1. Rehabilitasi
    2. Peremajaan
    3. Perluasan

Rp 60.000.000.000,00
Rp 55.000.000.000,00
-
2
Pertanian Terpadu
-
3
Pengendalian Hama
Rp 50.000.000.000,00
4
Penelitian dan Pengembangan
Rp 10.000.000.000,00
5
Industri Hilir
Rp 175.000.000.000,00
6
Fasilitas Pendukung
-

Total
Rp 350.000.000.000,00

Kebutuhan biaya untuk Pengembangan Agribisnis Kakao periode 2005-2010 adalah sebesar 350 milyar selama periode lima tahun, jadi untuk periode pertahunnya dibutuhkan investasi sebesar 70 milyar pertahun untuk lahan seluas 1000 ha.
Hasil analisis kelayakan untuk keempat skenario pembiayaan dapat dilihat pada Tabel 4 Perhitungan pada tabel tersebut hanyalah contoh perhitungan kelayakan keuangan pada budidaya pengembangan kakao di suatu daerah. Untuk budidaya kakao di wilayah lain, nilai nilai rasio keuangannya mungkin berbeda karena dapat dipengaruhi oleh kondisi ketersediaan sarana dan prasarana di suatu wilayah, kondisi fisik wilayah, kebijakan investasi, dan periizinan investasi di wilayah tersebut.
        Tabel 4. Analisis Finansial Dengan Berbagai Pendekatan Skenario Pembiayaan
Keterangan Investasi
SKENARIO PEMBAYARAN
Luas lahan 1.000 ha, harga jual Rp. 10.000,00/kg, produksi sesuai asumsi
Tanah Rp 1.000,00/m2
Tanah Rp 2.000,00/m2
Tanah Rp 3.000,00/m2
Return on Invesment
504,69%
339,55%
255,10%
Internal Rate of Return (IRR)
26,37%
21,47%
18,38%
Net Present Value (NPV) 10%
Rp. 84.687.250.727,77
Rp. 74.082.644.112,47
Rp. 63.478.038.497,17
Payback Periode (PP)
7 Tahun 9 Bulan
9 Tahun 7 bulan
11 Tahun 3 bulan
BEP Rupiah
Rp.138.593.224.725,28
Rp 139.343.224.725,28
Rp. 140.093.224.725
BEP Unit
28.556.247.791,05
29.306.247.791,05
30.056.247.791,05
BEP Harga
Rp. 7.290,52
Rp. 7.659,93
Rp. 8.029,35
Net B/C
4,36
3,08
2,37
Gross B/C
2,17
1,89
1,68
Profitability Ratio (PR)
5,05
3,40
2,55
          Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa beberapa kriteria evaluasi investasi menunjukkan investasi dalam proyek usaha pengembangan kakao di Indonesia sudah layak untuk dipilih atau diterima, misalnya saja terlihat dalam Net B/C maupun Gross B/C yang besarnya lebih dari 1, berarti menunjukkan bahwa proyek pengembangan kakao layak untuk dijalankan bagi pengusaha-pengusaha dan masyarakat khususnya di Indonesia.



PENUTUP
               Kakao merupakan salah satu komoditi ekspor unggulan Indonesia dalam menghasilkan devisa negara. Keberadaan Indonesia sebagai produsen kakao utama di dunia menunjukkan bahwa kakao Indonesia cukup diperhitungkan dan berpeluang untuk menguasai pasar global. Beberapa kriteria evaluasi investasi menunjukkan investasi dalam proyek usaha pengembangan kakao di Indonesia sudah layak untuk dipilih atau diterima, misalnya saja terlihat dalam Net B/C maupun Gross B/C yang besarnya lebih dari 1, berarti menunjukkan bahwa proyek pengembangan kakao layak untuk dijalankan bagi pengusaha-pengusaha dan masyarakat khususnya di Indonesia.
Keterlibatan investor sangat diharapkan untuk mengembangkan dan membenahi agribinis kakao, sehingga posisi dan daya saing kakao Indonesia di pasar internasional dapat terus ditingkatkan. Indonesia yang saat ini berada pada posisi ketiga produsen kakao dunia dapat menjadi produsen utama kakao dunia jika kondisi kebun dapat diperbaiki, hama PBK dapat diatasi dan mutu produk dapat diperbaiki. Perbaikan tersebut dapat dilakukan melalui berbagai upaya terutama rehabilitasi kebun, peremajaan dan perluasan areal disamping perbaikan mutu produk dan pengembangan industri hilirnya.












DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian
Anonim. 2009. Kajian Pasar dan Peluang Investasi Kakao. Di akses http://agribisnis-ugm.ac.id/files pada tanggal 17 Mei 2010 Pukul 15.30 WIB
Halim, Abdul. 2003. Analisis Investasi. Salemba Empat. Jakarta
Pudjosumarto, Muljadi. 2002. Evaluasi Proyek. Liberty. Yogyakarta
Roesmanto, Joko. 1991. Kajian Sosial Ekonomi Kakao. Aditya Media. Jakarta
Soeharto, Imam. 1999. Manajemen Proyek. Erlangga. Jakarta
Soetrisno. 1983. Dasar-Dasar Evaluasi Proyek. Fakultas Ekonomi UGM. Yogyakarta