Senin, 02 Mei 2011

PROSPEK USAHA JAMBU METE DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN


Studi kelayakan adalah pengkajian yang bersifat menyeluruh dan mencoba menyoroti segala aspek kelayakan proyek atau investasi. Pengkajian kelayakan suatu usaha atau usulan proyek bertujuan mempelajari usulan terebut dari segala segi secara professional agar setelah diterima dan dilaksanakan betul-betul dapat mencapai hasil sesuai dengan yang direncanakan, menghindari dimana setelah proyek berlangsung atau selaesai dibangun dan dioperasikam ternyata hasilnya jauh dari harapan. Salah satu usulan proyek yang berpotensi berkembang di Indonesia adalah Jambu Mete.
Di Indonesia, sektor pertanian termasuk perkebunan masih memegang peranan cukup strategis dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto. Sektor pertanian diharapkan mampu menyediakan lapangan kerja, menyediakan bahan baku bagi industri hasil pertanian dan meningkatkan perolehan devisa negara dengan jalan meningkatkan volume dan nilai ekspor hasil pertanian. Sektor pertanian semakin penting dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional, mengingat makin terbatasnya peranan minyak bumi yang selama ini merupakan sumber utama devisa Negara. Sektor perkebunan mempunyai keunggulan komparatif dibandingkan dengan sub lain antara lain ketersediaan lahan, iklim menunjang, dan ketersediaan tenaga kerja. Hal tersebut dapat memperkuat daya saing harga produk perkebunan Indonesia di pasaran dunia. Salah satu komoditas perkebunan yang berperan dalam menyumbang perolehan devisa negara adalah biji jambu mete (cashewnut). Jambu mete (Anacardium occidentale. L) merupakan salah satu komoditas tanaman perkebunan yang memiliki arti ekonomis dan cukup potensial karena produksinya dapat dipakai sebagai bahan baku industri makanan. Ekspor komoditas jambu mete secara nasional pada tahun 2000 tercatat sebesar 155.112 ton dengan nilai US$ 203.182.000.
Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale Linn) berasal dari Brasil dan termasuk dalam familia Anacardiaceae yang meliputi 60 genus dan 400 spesies baik dalam bentuk pohon maupun perdu. Tanaman jambu mete disebut juga acajou atau anacardier (Perancis), cashew (Inggris), kajus atau jambo nirung (Malaysia), kasoy atau kachui (Filiphina), caju atau mudiri (India) dan ya-koi atau ya-ruang (Thailand). Di Indonesia jambu mete memiliki nama yang berbeda di banyak daerah, yaitu jambu mete (Jawa), jambu mede (sunda), jambu monyet (Jawa dan Sumatera), jambu jipangatau jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan boa frangsi (Maluku).
Jambu mete merupakan tanaman yang mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, harganya cukup stabil dan prospek pasarnya baik di dalam maupun luar negeri cukup baik. Penyebab fluktuasi produksi jambu mete secara ringkas disebabkan oleh 2 (dua) faktor utama. Pertama , ketidakterpaduan dan tidak adanya pola sinergisme dalam pengelolaan tanaman dan lahan. Kedua, keberadaan dan kinerja usahatani tidak didukung oleh keberadaan dan kinerja usaha-usaha terkait, baik di segmen rantai hulu yakni bidang usaha pengadaan dan penyaluran sarana dan prasaran usahatani; di segmen rantai hilir, yakni bidang usaha pengolahan dan pemasaran hasil usahatani; maupun di segmen rantai sisi, yakni bidang usaha jasa fasilitator, misalnya usaha pembiayaan dan infrastruktur penunjang.  
Pengembangan usahatani jambu mete harus dilaksanakan padu-padan dan sinergisme dengan semua elemen terkait yang berorientasi agribisnis dan berkelanjutan. Lahan potensial yang ada di Indonesia yang dapat digunakan untuk pengembangan tanaman jambu mete masih tersedia cukup luas. Dengan potensi sumberdaya alam yang besar serta umur tanaman jambu mete saat ini yang relatif masih muda. Selain itu, jambu mete merupakan tanaman yang mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, harganya cukup stabil dan prospek pasarnya baik di dalam maupun luar negeri cukup baik maka di masa mendatang Indonesia dapat menjadi produsen utama jambu mete dunia.

             

BAB II.
PEMBAHASAN

A.       Luas Areal Perkebunan Mete Di Indonesia
Jambu mete termasuk tanaman yang cepat tumbuh dan tahan terhadap tanah yang kering. Tanaman ini juga banyak digunakan sebagai tanaman penghijauan dan pencegah erosi tanah. Tanaman jambu mete mempunyai nilai ekonomis tinggi karena hampir semua bagiannya dapat dimanfaatkan. Bagian-bagian tanaman yang dapat dimanfaatkan antara lain adalah biji mete (cashew nut), buah semu (cashew apple), kulit biji, batang dan daun.
Jambu mete (Anacardium occidentale) telah berkembang luas di Indonesia. Luas areal jambu mete dari tahun ke tahun meningkat. Luas areal perkebunan jambu mete di Indonesia pada tahun 1997 adalah 560.813 Ha dan tersebar di berbagai provinsi sebagaimana terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas Areal Perkebunan Mete Di Indonesia, 1997
No.
Propinsi
Luas Areal(Ha)
Persentase (%)
1.
Sulawesi Tenggara
169.926,34
30,30
2.
Nusa Tenggara Timur
112.162,60
20,00
3.
Sulawesi Selatan
84.682,76
15,10
4.
Jawa Timur
48.790,73
8,70
5.
Nusa Tenggara Barat
41.500,16
7,40
6.
Bali
20.750,08
3,70
7.
Maluku, Sulawesi Tengah, Jawa Tengah dan DIY
83.000,33
14,80

Total
560.813
100,00
Sumber: Agribisnis.deptan.go.id
Sedangkan pada tahun 2005, luas areal jambu mete di di sembilan provinsi sentra produksi mencapai 541.074 ha dengan produksi 127.993 ton gelondong (Tabel 2). Namun, data Direktorat Jenderal Perkebunan (2006b) menunjukkan, hasil rata-rata nasional jambu mete hanya 430 kg/ha, jauh di bawah Vietnam yang mencapai 800 kg/ha/tahun dan India 1.000 kg/ha/tahun (Chau 1998; Rao 1998). Rendahnya produktivitas disebabkan pada tahun 1970-an, pengembangan tanaman jambu mete ditujukan untuk konservasi lahan atau penghijauan karena dianggap adaptif di daerah kering wilayah timur Indonesia. Bahan tanaman yang digunakan berasal dari biji, tanpa seleksi dan budi daya yang memadai, dengan daerah pengembangan yang bervariasi. Kondisi ini menyebabkan produktivitas tanaman menjadi rendah. Akan tetapi, apabila dilihat dari data tahun 1997 dan 2005 lahan pertanian yang digunakan sebagai lahan perkebunan jambu mete semakin bertambah sehingga menunjukkan bahwa usaha jambu mete di Indonsia semakin diperhitungkan kelayakan usahanya.
Tabel 2. Luas areal dan produksi jambu mete pada sembilan provinsi sentra produksi, 2005.
Provinsi

Luas areal (ha)
Produksi
(t)
TBM
TM
TT/TR
Jumlah
Jawa Tengah   
7.263
19.114
2.065
28.442
4.907
DI Yogyakarta
19.063
3.141
203
22.407
825
Jawa Timur
18.317
19.248
15.431
52.996
12.212
Bali
2.763
7.275
268
10.306
3.303
Nusa Tenggara Barat
19.183
32.121
5.482
56.786
10.977
Nusa Tenggara Timur
80.219
62.966
17.266
160.451
32.152
Sulawesi Tengah
5.816
12.769
2.751
21.336
3.928
Sulawesi Selatan
7.254
49.824
11.235
68.313
24.421
Sulawesi Tenggara
20.593
91.519
7.925
120.037
35.268
Jumlah
180.471
297.977
62.626
541.074
127.993
TBM = tanaman belum menghasilkan, TM = tanaman menghasilkan, TT/TR= tanaman tua/tanaman rusak.
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2007).
B.     Aspek Pemasaran Komoditas Jambu Mete
a.       Permintaan
Prospek pengembangan tanaman jambu mete dapat dilihat dari permintaan kacang, baik permintaan dalam negeri maupun luar negeri. Ekspor kacang mete setiap tahun mencapai lebih dari 35.000 ton, sedangkan volume ekspor yang terealisasi baru mencapai 28.105 ton pada tahun 1995 (Statistik Indonesia, 1995). Hal ini dapat menjadi salah satu indikasi masih luasnya potensi usaha pengolahan mete. Selama ini, kacang mete dari Indonesia sudah diekspor ke berbagai negara di dunia, antara lain ke Amerika, Belanda, Inggris, Jerman, Australia, Hong Kong, Singapura, Taiwan, Cina, Jepang, India, Libanon, Malaysia, Italia, Kanada, Korea Selatan dan Swiss. Sementara itu, permintaan kacang mete dalam negeri dalah dari pedagang besar dan industri makanan yang ada di Jakarta, Semarang, Bandung, Surabaya, Solo, Klaten, Yogyakarta, dan kota-kota lainnya.
Perkembangan volume dan nilai ekspor komoditas jambu mete tahun 1996−2006 disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Volume dan nilai ekspor jambu mete, 19962006.
Tahun
Ekspor
Volume (t)
Nilai (US$ 000 )
1996
27.886
23,751
1997
29.666
19,152
1998
30.287
34,998
1999
34.520
43,507
2000
27.619
31,502
2001
41.313
28,929
2002
51.717
34,810
2003
60.429
43,534
2004
59.372
58,187
2005
69.415
68,972
2006
69.866
61,714
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2007).
Berdasarkan data pada table di atas dapat diketahui bahwa dari 1996 sampai 2006 volume dan nilai eksport jambu mete mengalami peningkatan, walaupun pada selang tahun 2000,2004 mengalami penurunan. Akan tetapi penurunan nilai dan volume eksport jambu mete tidak signifikan. Dari data tersebut secara umum bahwa peluang usaha biji jambu mete masih sangat menjajikan bagi pasaran internasional.
Untuk menciptakan daya saing komoditas jambu mete dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor eksternal dan faktor internal (Gambar 3.). Faktor eksternal meliputi permintaan pasar (demand dan suplai dunia), perjanjian perdagangan dunia dan lain-lain, sedangkan faktor internal itu sendiri menyangkut agribisnis yang didalamnya terdiri dari beberapa sub . Kinerja sub tersebut berpengaruh terhadap kinerja agribisnis Jambu mete.
Selain hasil utama berupa gelondong mete juga terdapat hasil samping berupa limbah yaitu buah semu jambu mete. Total berat buah semu yang dihasilkan dari tanaman jambu mete mencapai 5-10 kali lebih tinggi daripada bijinya.(Sumangat., et al, 1996). Buah semu jambu mete sebagian besar belum dimanfaatkan optimal. Bahkan di beberapa daerah umumnya dikonsumsi dalam bentuk segar dan produk olahan tradisional. Dari buah semu jambu mete dapat dibuat berbagai produk olahan berupa manisan buah kering , abon dan dodol buah.
b.      Penawaran
Di Indonesia, usaha pengolahan kacang mete banyak dikembangkan di wilayah perkebunan seperti di Sulawesi dan Jawa. Peluang usaha pengolahan kacang mete di Indonesia masih terbuka karena bahan baku untuk usaha pengolahan mete relatif mudah didapat.
Produksi mete sangat dipengaruhi oleh perubahan musim panen. Kondisi ini menyebabkan hasil produksi jambu mete berfluktuasi. Produksi mete di Indonesia cenderung meningkat setiap tahun seperti terlihat pada Tabel 3.1. Dari tabel tersebut terlihat bahwa luas areal perkebunan mete pada tahun 1990 adalah 275.221 ha. Jumlah ini meningkat menjadi 499.959 ha pada tahun 1999, atau dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 6,15% per tahun. Selain peningkatan luas lahan perkebunan mete, produksi mete juga menunjukkan adanya peningkatan selama tahun 1990-1999, di mana pada tahun 1990 produksi mete hanya 29.907 ton dan meningkat menjadi 76.656 ton pada tahun 1999 dengan tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 9,87% (1990-1999).
Nilai ekonomi tertinggi dari jambu mete sampai saat ini masih terletak pada kacang mete, namun tingginya harga sangat ditentukan oleh mutu khususnya warna, rasa dan presentase kacang pecah serta ukuran per kg. Karena itu karakterisasi kacang mete memegang peranan penting. Disamping rendemen, bentuk, bobot, warna dan rasanya juga keutuhan kacang menentukan kualitas kacang mete. Oleh karena itu, untuk meningkatkan daya saing komoditas jambu mete internasional maka peningkatan kualitas jambu mete di Indonesia harus dapat ditingkatkan sehingga dapat memenuhi permintaan baik domestik ataupun pasar internasonal.
C.    Pola Pembiayaan Usaha
Usaha pengolahan kacang mete memberikan dampak positif terutama bagi masyarakat di sekitar antara lain berupa penyediaan lapangan kerja. Keunggulan lain usaha pengolahan mete adalah proses produksi yang tidak menimbulkan pencemaran lingkungan karena limbah proses produksi mete berupa kulit biji mete dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk produk lain seperti pembuatan kampas rem dan kulit ari mete juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran pakan ternak.
Kebutuhan dana untuk usaha pengolahan mete terdiri dari dana investasi dan modal kerja. Dana ini bersumber dari kredit investasi dan kredit modal kerja atau dana sendiri pengusaha








Tabel 4. Luas dan Produksi Perkebunan Mete di Indonesia, 1990-1997
Tahun
Luas Area(ha)
Produksi Gelondong (ton)
1990
275.221
29.907
1991
354.873
57.247
1992
378.289
62.217
1993
400.593
69.751
1994
418.625
72.077
1995
464.824
74.996
1996
465.758
77.663
1997
499.074
73.732
1998
503.878
76.047
1999
499.959
76.656
Laju Pertumbuhan rata-rata
6,15%
9,87%
Sumber: Statistik Perkebunan 1997 -1999.          
D.    Analisis Persaingan
Pada tahun 1997, ekspor biji jambu mete dari Indonesia telah mencapai 29.666 ton dengan nilai US$ 19.152.000. Produksi gelondong jambu mete pada tahun 1991 adalah 57.274 ton dan mengalami peningkatan menjadi 92.390 ton pada tahun 2000. Kacang mete Indonesia hanya memiliki pangsa 0,98% di pasar internasional. Nilai ini jauh lebih rendah dibandingkan negara lain seperti India (37,60%), Brazil (11,96%), dan Tanzania (7,77%). India adalah negara penghasil dan eksportir terbesar kacang mete dunia. Pada tahun 1994, diperkirakan terdapat 500.000 ha perkebunan mete yang ada di India dengan volume produksi mencapai 385.000 ton. Pada April 1994 sampai dengan Maret 1995, India mengekspor kacang mete sebanyak 76.900 ton dengan nilai lebih dari US$ 400 juta.
Pasar utama produk kacang mete India adalah Amerika Serikat, Eropa Barat, Eropa imur, Timur Tengah, Rusia, Australia dan Jepang. Di kawasan Asia, produsen dan eksportir mete yang menjadi pesaing Indonesia adalah Vietnam. Ekspor kacang mete dari Vietnam setiap tahun cenderung meningkat. Salah satu faktor pendukung kemajuan tersebut adalah kebijaksanaan pemerintah Vietnam yang memberlakukan pajak ekspor yang tinggi bagi perdagangan mete gelondong, sehingga eksportir cenderung mengolah mete gelondong menjadi kacang mete. Pada tahun 1995, ekspor mete Vietnam mencapai US$ 100 juta dengan volume ekspor mencapai 100.000 ton. Nilai tersebut cukup tinggi dibandingkan Indonesia, di mana pada tahun yang sama, nilai ekspor mete Indonesia hanya mencapai US$ 21,3 juta, volume ekspornya hanya 28.105 ton.
Berdasarkan data-data tersebut dapat dikatakan bahwa peluang persaing usaha jambu mete dalam pasar internasional masih terbuka lebar. Indonesia dapat bersaing dengan produsen kacang mete dunia seperti india dan vietnam. Indonesia dapat mempengaruhi  harga jambu mete internasional khususnya pada kacang mete asalkan peningkatan produksi dan kualitas jambu mete dalam negeri terus ditingkatkan. Dengan peningkatan baik kualitas dan kuantitas maka usaha jambu mete dapat memberikan keuntungan yang layak diterima oleh petani maupun pengusaha jambu mete di Indonesia diiringi dengan peningkatan pendapatan yang diterima.
E.     Peluang Usaha
Kacang mete termasuk salah satu produk kacang-kacangan (nuts) yang paling banyak diperdagangkan dan dikelompokkan sebagai komoditi "mewah" dibandingkan dengan kacang tanah atau almond. Kegunaan utama dari kacang mete adalah kudapan (snacks) dan juga sebagai campuran pada industri gula-gula (confectionary) atau industri roti (baking industry). Pasar utama kacang mete adalah benua Amerika dan Eropa. Negara pengimpor kacang mete terbesar di dunia adalah Amerika Serikat, di mana pada tahun 1984 impor kacang mete Amerika Serikat mencapai 61.714 ton dengan nilai US$ 283,1 juta. Negara lain yang mengimpor kacang mete adalah Belanda, Jerman dan Inggris. Pada tahun 1994, Belanda mengimpor kacang mete sebanyak 16.901 ton dengan nilai US$ 65,4 juta, sedangkan Jerman dan Inggris masing-masing mengimpor 10.008 ton dengan nilai US$ 42,7 juta dan 7.280 ton dengan nilai US$ 29,3 juta. Pada tahun 1998 (hingga Februari), volume ekspor mencapai 27.015 ton dengan nilai US$ 25,2 juta. Nilai ekspor tersebut lebih tinggi dari tahun sebelumnya, yakni US$ 19,1 juta. Peningkatan ekspor tersebut diduga karena semakin banyak biji mete gelondongan yang diolah terlebih dahulu menjadi kacang mete sebelum diekspor.
Tabel 6. menunjukkan perkembangan ekspor mete Indonesia antara tahun 1990-1998. Dari table tersebut terlihat bahwa ekspor mete Indonesia tertinggi selama periode 1990-1998 terjadi pada tahun 1994 dengan volume dan nilai ekspormencapai 38.620 ton atau US$ 43,4 juta. Setelah tahun 1994, ekspor mete cenderung menurun meskipun kembali meningkat pada tahun 1998. Perbandingan antara total ekspor Indonesia dan total impor beberapa Negara utama menunjukkan luasnya peluang pasar. Oleh karena itu, peluang usaha di bidang pengolahan mete masih luas. Apalagi nilai tambah yang didapat dari ekspor mete olahan besar signifikan dibandingkan bila hanya mengekspor mete dalam bentuk gelondong.
Tabel 5. Realisasi Impor dan Ekspor Mete Indonesia
Tahun
Volume/Nilai
Ekspor
Impor


Gelondong
Kacang
1990
Volume (ton)
3.278
NA
1

Nilai (000 US $)
8.243
NA
2
1992
Volume(ton)
19.278
NA
75

Nilai (000 US $)
24.854
NA
147
1993
Volume (ton)
18.155
NA
424

Nilai (000 US $)
23.144
NA
293
1994
Volume (ton)
38.620
NA
203

Nilai (000 US $)
43.401
NA
157
1995
Volume (ton)
28.105
NA
162

Nilai (000 US $)
21.308
NA
414
1996
Volume (ton)
27.206
680
197

Nilai (000 US $)
20.800
2.951
168
1997
Volume (ton)
15.359
14.307
5

Nilai (000 US $)
15.386
3.766
13
1998
Volume (ton)
28.603
NA
1.684

Nilai (000 US $)
28.706
6.291
NA
Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia 1997 -1999, Dan Statistik Perdagangan Luar Negeri, BPS.

Perbandingan antara total ekspor Indonesia dan total impor beberapa negara utama menunjukkan luasnya peluang pasar. Oleh karena itu, peluang usaha di bidang pengolahan mete masih luas. Apalagi nilai tambah yang didapat dari ekspor mete olahan besar signifikan dibandingkan bila hanya mengekspor mete dalam bentuk gelondong. Untuk itu hal ini perlu terus digalakkan dengan semboyan petik-olah-jual karena akan menambah pendapatan yang diterima.
Penanaman jambu mete tidak hanya ditujukan untuk konservasi tanah, tetapi juga sebagai sumber pendapatan petani terutama di kawasan timur Indonesia. Harga kacang mete yang terus meningkat, dari rata-rata Rp11.385/kg tahun 1995, Rp34.178/kg tahun 2001, dan menjadi Rp44.852/kg tahun 2006 (Direktorat Jenderal Perkebunan 2000; 2006b) menunjukkan tanaman ini mempunyai nilai ekonomi yang baik sehingga mendorong petani untuk mengusahakannya.
F.     Analisis Kelayakan Usaha dan Kelayakan Keuangan
Analisis kelayakan usaha dimaksudkan untuk melihat secara finansial sejauhmana  arus biaya yang dikeluarkan dapat diimbangi dengan arus manfaat yang diterima. Empat kriteria utama yang dapat dipergunakan untuk melihat kelayakan usaha ini adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit – Cost Ratio dan Payback Period.
Tabel 6. Kelayakan Usaha Kacang Mete
IRR
45,26%
Net B/C ratio DF 18%
1,670
NPV DF 18% (Rp)
245.574.066,40
Berdasarkan analisis arus kas dilakukan perhitungan Net B/C ratio, Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Pay Back Period (PBP). Hasil analisis terhadap kelayakan usaha pengolahan kacang mete ini dengan menggunakan indikator kelayakan keuangan seperti disebutkan di atas menunjukkan bahwa usaha ini merupakan usaha yang dapat memberikan keuntungan secara finansial. Dengan tingkat bunga kredit sebesar 18%/tahun, diperoleh Net B/C ratio=1,670; NPV sebesar Rp245.574.066,40; IRR=45,26%,. Nilai Net B/C ratio yang > 1, NPV positif dan IRR > tingkat bunga kredit menjadi dasar kelayakan usaha pengolahan kacang mete ini.
Analisis keuangan bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai pendapatan dan pengeluaran atas suatu usaha yang dilakukan. Analisis pendapatan menunjukkan proyeksi pendapatan yang dapat diperoleh setiap tahun dan selama umur proyek. Pengeluaran menunjukkan kebutuhan biaya untuk melaksanakan usaha pengolahan kacang mete tersebut. Komponen pengeluaran ini terdiri dari biaya investasi, modal kerja awal dan biaya operasional.
Asumsi dan parameter yang dipakai dalam analisis keuangan usaha pengolahan kacang mete ini dapat ditunjukkan pada Tabel 7
Tabel 7. Asumsi dan Paremeter Analisis Keutungan Usaha Jambu Mete
No
Asumsi
Satuan
Jumlah/
Nilai (Rp)
Keterangan

1.
Periode proyek
tahun
5
Umur ekonomis proyek
2.
Luas tanah dan bangunan
m2
500
Sewa

Sewa tanah dan
bangunan
m2/bulan
20.000
sewa dibayar dimuka
untuk 5 tahun
3.
Mesin dan
Peralatan:




Kacip
unit
70


Oven
unit
1


Timbangan
unit
4


Alat
jemur/loyang/nyiru
unit
20


Gerobak
unit
1


Tabung Gas
unit
430.000


Plastik
Rp/Bal
200.000


Tali rafiah
Rp/Gulung
5.000


Kapur
Rp/Kg
600


4.
Output, Produksi
dan Harga:




Produksi kacang
mete per tahun
kg
84.300



Produksi kacang
mete per hari
kg
300


Harga jual kacang
mete
Rp/kg
36.000



Harga Kulit mete
Rp/kg
150


Produksi kulit mete per hari
kg
1.200



Produksi kulit mete
per tahun
kg
361.200

5.
Penggunaan
tenaga kerja:




Tenaga kerja tetap
orang
5


Tenaga kerja
borongan
orang
60


Upah tenaga kerja
tetap per hari
Rp/orang/Hari
10.000


Upah tenaga kerja
tidak tetap per hari
Rp/orang/Hari
8.000


Upah tenaga
manajemen per
hari
Rp/orang/Hari
20.000

upah tenaga
manajemen= 2 kali
upah tenaga tetap

Jumlah hari kerja
dalam 1 thn
hari
301


6.
Penggunaan Input
dan Harga:




Harga Biji Mete
Rp/kg
6.000


Input Biji Mete 1
Tahun
Kg
451.500


Input Biji Mete 1
Hari
Kg
1.500


7.
Biaya Gas
Rp/unit
250.000

8.
Biaya transportasi
Rp/kg
1.000

9.
Biaya Listrik
Rp/bln
150.000

10.
Biaya Telepon
Rp/bln
125.000

11.
Perijinan dan sewa
lahan dibayar dimuka
selama 5 tahun



12.
Biaya
Rp/bln
83.800
1% dari harga

Pemeliharaan
mesin & alat
utama


pembelian mesin & alat
13.
Discount rate
18%


Sumber: Hasil Olahan Usaha Jambu Mete Di Wonogiri
Jambu mete pada umumnya saat dipasarkan adalah dalam bentuk kacang mentah karena kacang mete mentah ini lebih awet atau tahan lama dibandingkan dengan kacang mete siap konsumsi. Umumnya para pengusaha hanya menjual kacang mete yang siap konsumsi sesuai pesanan untuk mengurangi resiko kerusakan. Kendala pemasaran yang banyak dihadapi oleh sebagian besar petani atau pengolah mete dalam memasarkan produknya antara lain adalah rendahnya mutu produk yang dihasilkan baik menurut jenis, ukuran maupun kondisi fisik produk. Dalam menghadapi kendala-kendala tersebut pengusaha berupaya melakukan sosialisasi proses produksi secara baik melalui tahapan tertentu misal proses pengeringan biji mete yang sempurna dan pemecahan biji mete gelondong secara hati-hati agar tidak pecah. Kendala lainnya terkait dengan kebiasaan petani yang memanen jambu mete sebelum waktunya dan proses pengeringan mete gelondongan yang juga tidak sempurna.
Tabel 8. Biaya investasi pengolahan kacang mete
Jenis biaya
Satuan
Jumlah
Harga/satuan
Nilai (Rp)
Perizinan
Satu paket
1
100.000
500.000
Sewa tanah dan gedung
M2
500
20.000
50.000.000
Peralatan utama :




Kacip
unit
70
55.000
3.850.000
Oven
unit
1
2.000.000
2.000.000
Timbangan
unit
4
500.000
2.000.000
Alat jemur/loyang/ nyiru
unit
20
50.000
1.000.000
Gerobak
unit
1
100.000
100.000
Tabung gas
unit
1
430.000
430.000
jumlah



59.880.000

Biaya investasi merupakan biaya tetap yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan. Biaya investasi untuk usaha pengolahan kacang mete ini terdiri dari beberapa komponen diantaranya biaya perijinan, sewa tanah dan gedung, pembelian peralatan produksi, peralatan pendukung lainnya.
Biaya perijinan meliputi ijin usaha dengan jumlah biaya Rp100.000,-. Sewa tanah dan bangunan diasumsikan dibayar dimuka selama 5 tahun sesuai dengan umur proyek. Selain biaya investasi yang dikeluarkan pada tahun 0, terdapat pula biaya reinvestasi yang harus dialokasikan pada tahun berikutnya, karena dari seluruh peralatan dan komponen biaya investasi, terdapat beberapa peralatan yang harus diganti setiap tahunnya. Jumlah biaya investasi keseluruhan pada tahun 0 adalah Rp59.880.000,-
Tabel 9. Produksi dan pendapatan kotor per  tahun
Tahun
Hasil produksi kacang mete
Kg
Rupiah
1
90.300,00
3.250.800.000,00
2
90.300,00
3.250.800.000,00
3
90.300,00
3.250.800.000,00
4
90.300,00
3.250.800.000,00
5
90.300,00
3.250.800.000,00
Total
451.500,00
16.254.000.000,00

Jumlah hari kerja selama 1 tahun diasumsikan sebanyak 301, dengan kapasitas produksi kacang mete per hari sebanyak 300 kg, maka dalam 1 tahun akan dihasilkan sebanyak 90.300 kg kacang mete dan 361.200 kg kulit mete sebagai output sampingan. Harga kacang mete ditingkat pengusaha adalah Rp36.000,-/kg sehingga pendapatan per tahun sebesar Rp3.250.800.000,- (dari penjualan kacang mete) dan Rp54.180.000,- (dari penjualan kulit mete) yang dijual seharga Rp150/kg. hasil produksi kacang mete selama tahun 1-5 sebanyak 451.500,00 kg, dengan rincian hasil produksi kacang mete pada setiap tahun sama yaitu sebanyak 90.300,00 kg. sedangkan total hasil produksi kacang mete sebesar Rp. 16.254.000.000,00, dengan rincian setiap tahun menghasilkan kacang mete sebesar Rp. 3.250.800.000,00.
G.    Proyeksi rugi laba dan break even point
BEP / titik impas adalah titik dimana total biaya produksi sama dengan pendapatan. Pada usaha pengelolaan usaha jambu mete ini dapat diketahui nilai BEP /Titik impas =
Perhitungan proyeksi laba rugi menunjukkan bahwa pada tahun pertama usaha ini mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp159.286.232-. Laba ini akan meningkat pada tahun-tahun berikutnya, terutama pada tahun ke-4 dan ke-5, di mana pada tahun tersebut kredit modal kerja yang diperoleh dari bank sudah dilunasi. Profit margin yang diperoleh setiap tahun juga menunjukkan peningkatan.
Pada tahun 1, profit margin yang diperoleh sebesar 4,82%, meningkat menjadi 4,94% pada tahun ke-2; pada tahun ke 3 sebesar 5,05% dan 5,76% pada tahun ke-4 dan ke-5. Dari perhitungan laba rugi kemudian diperoleh informasi mengenai BEP ratarata baik menurut jumlah produksi maupun BEP menurut harga jual kacang mete. BEP penjualan kacang mete adalah Rp321.151.505,43 dengan BEP produksi/tahun sebesar 8.920,88 kg. Dari perolehan ini dapat disimpulkan bahwa penerimaan dan produksi yang sudah diproyeksikan akan dapat memenuhi persyaratan operasional usaha pengolahan kacang mete ini, setidaknya agar usaha ini tidak merugi.





BAB III
PENUTUP

1.                            Kesimpulan
Jambu mete memiliki prospek ke depan yang cukup baik untuk mengisi peluang pasar lokal, nasional maupun internasional. Syarat untuk mengisi peluang pasar adalah keseragaman dan mutu produk yang tinggi.
Jambu mete sebagai salah satu komoditas perkebunan penghasil devisa negara perlu terus didorong peningkatannya baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Prospek pengembangan komoditi jambu mete untuk masa depan cukup baik, mengingat beberapa hal yang mendukungnya seperti:
a.         Selama ini, kacang mete dari Indonesia sudah diekspor ke berbagai negara di dunia, antara lain ke Amerika, Belanda, Inggris, Jerman, Australia, Hong Kong, Singapura, Taiwan, Cina, Jepang, India, Libanon, Malaysia, Italia, Kanada, Korea Selatan dan Swiss. Sementara itu, permintaan kacang mete dalam negeri dalah dari pedagang besar dan industri makanan yang ada di Jakarta, Semarang, Bandung, Surabaya, Solo, Klaten, Yogyakarta, dan kota-kota lainnya.
b.      Lahan potensial untuk pengembangan tanaman jambu mete masih tersedia cukup luas. Dengan potensi sumberdaya alam yang besar serta umur tanaman jambu mete saat ini yang relatif masih muda, maka di masa mendatang Indonesia dapat menjadi produsen utama jambu mete dunia.
c.         Kebutuhan dana untuk usaha pengolahan mete terdiri dari dana investasi dan modal kerja. Dana ini bersumber dari kredit investasi dan kredit modal kerja atau dana sendiri pengusaha
d.        Peluang persaing usaha jambu mete dalam pasar internasional masih terbuka lebar. Indonesia dapat bersaing dengan produsen kacang mete dunia seperti india dan vietnam. Indonesia dapat mempengaruhi  harga jambu mete internasional khususnya pada kacang mete asalkan peningkatan produksi dan kualitas jambu mete dalam negeri terus ditingkatkan.
e.       Penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 200 juta jiwa, merupakan pasar dalam negeri yang potensial bagi produsen jambu mete. Hal ini perlu diantisipasi sedini mungkin supaya jambu mete lokal tidak kalah bersaing dengan jambu mete dari luar negeri. Adanya kecenderungan industri skala kelompok tani/rumah tangga antara lain karena investasi dan biaya produksi lebih rendah, lebih efisien, lebih fleksibel dan dapat melayani permintaan pasar baru.
f.       Peningkatan laba dalam usaha kacang mete, kredit modal usaha dari bank pun sudah dilunasi sehingga peluang usaha mengalami kerugian tidak ada.
g.      Potensi pengembangan ragam produk berupa bahan baku industri makanan, minuman, CNSL dan pakan ternak masih terbuka luas. Perusahaan-perusahaan skala menengah dan besar (berjumlah 6 perusahaan) yang ada saat ini yang tergabung dalam Asosiasi Industri Mete Indonesia (AIMI) akan diarahkan untuk memproduksi mete kupas untuk tujuan ekspor melalui perbaikan beberapa aspek antara lain efisiensi proses sortasi, pengupasan pengeringan dan perluasan proses produksinya sehingga tidak hanya menghasilkan mete kupas saja. Aspek lain yang perlu ditingkatkan dari kelompok industri ini adalah kemampuan promosi dan akses ke jaringan pasar-pasar ekspor yang prospektif antara lain Amerika Serikat, Eropa, China, Jepang dan Australia bahkan ke pasar India melalui kerjasama pemasaran.  
Berdasarkan kondisi diatas, pengusahaan jambu mete di Indonesia mempunyai prospek untuk ditingkatkan. Upaya pengembangan jambu mete yang dilaksanakan kiranya harus memenuhi kualitas yang telah menjadi standar dunia, sehingga jambu mete Indonesia mempunyai daya saing yang lebih baik bila dibandingkan dengan negara produsen lainnya.


2.                            Saran

a.    Untuk meningkatkan dan memperbaiki mutu produk yang dihasilkan, maka pengusaha perlu lebih memperdalam pengetahuan, teknologi dan informasi mengenai pengolahan kacang mete.
b.    Upaya penembangan agroindustri kacang mete  juga perlu didukung oleh instansi pemerintahan terkait seperti Dinas Perdagangan dan Perindustrian dan Dinas Pertanian. Sehingga dalam proses pengembangannya para producen kacang mete mendapat perhatian dan jaminan oleh pemerintah. Sebagai contoh adalah peminjaman modal untuk pengembangan kacang mete, memberikan bantuan sarana prasarana yang dibutuhkan dalam pengolahan kacang mete dan faktor-faktor produksi lain yang dibutuhkan.
c.    Terkait dengan produksi yang ada, diharapkan adanya transfer teknologi melalui penyuluhan-penyuluhan secara berkala dan pengenalan teknologi tepat guna sehingga lebih efisien. Hal ini dikarenakan bahan baku dalam pengolahan kacang mete mungkin bersifat musiman sehingga perlunya teknologi pengolahan kacang mete untuk menjamin kontinuitas produksi kacang mete.

















DAFTAR PUSTAKA

Chau, N.M. 1998. Integrated production practices of cashew in Vietnam. Integrated Production Practices of Cashew in Asia. RAP Publication, FAO Regional Office for Asia
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2006b. Statistik Perkebunan Indonesia 2004−2006. Jambumete. Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2007. Road Map Jambu Mete. Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta.
Departemen Pertanian. 1997. Luas Areal Perkebunan Mete Di Indonesia, 1997. Departemen Pertanian. Jakarta
Rao, B.E.V.V. 1998. Integrated production practices of cashew in India. Integrated production practices of cashew in Asia. RAP Publication. FAO Regional Office for Asia and the Pacific, Thailand 1998/12: 15−25.
Soeharto, Iman. 1999.Manajemen Proyek: Darikonseptual sampai operasional. Erlangga. Jakarta.